Nakita.id - Tanggal 21 April merupakan hari spesial bagi wanita Indonesia, pada hari inilah pejuang hak-hak wanita, RA Kartini, dilahirkan.
RA Kartini dan perjuangannya agar wanita mendapatkan hak setara dalam kehidupan begitu membekas di hati bangsa.
Disebut sebagai Ibu Kartini, kehidupannya sendiri justru penuh dengan kekangan bagi wanita.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Seperti yang dimuat oleh Tribun Jabar, sang ayah, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, menentang keras keinginan putrinya mengenyam pendidikan di Batavia.
Penolakannya pada poligami yang dianggapnya merugikan wanita pun tak bisa dihindari.
RA Kartini malah menjadi istri ke-4 Bupati Jepara, Raden Adipati Djojo Adiningrat.
Walau penuh derita, RA Kartini masih memiliki aneka pandangan tentang cinta dalam kehidupannya.
Baca Juga : Setelah Membunuh, Anak Ini Santai Duduk Nonton TV di Samping Mayat Ayah Kandungnya
Dalam suratnya untuk sang sahabat di Belanda, J.H. Abendanon, RA Kartini banyak mengungkapkan perasaannya perihal cinta.
Abendanon pun menerbitkannya menjadi buku bertajuk "Door Duisternis tot Licht", atau "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Namun buku ini kembali diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul "Letters of a Javanese Princess".
Baca Juga : Bagikan Putusan Presiden Tunisia 'Lelaki Wajib Beristri 2', Hotman Paris Ingin Pindah Negara
Kartini menyuarakan perasaannya tentang percintaan yang mustahil terjadi tanpa diawali pertemuan, tertuang dalam surat tertanggal 25 Mei 1899 dengan bunyi:
"Love! what do we know here of love? How can we love a man whom we have never known? And how could he love us? That in itself would not be possible. Young girls and men must be kept rigidly apart, and are never allowed to meet."
(Cinta, apa yang kita ketahui tentang cinta? Bagaimana kita dapat mencintai pria yang tak pernah kita kenal? Bagaimana ia dapat mencintai kita? Itu tak mungkin terjadi. Para gadis dan lelaki muda dipisahkan dengan tegas, dan tak pernah diizinkan berjumpa.)
Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya mengenai poligami sang ayah pada surat bertanggal 6 November 1899.
"I shall never, never fall in love. To love, there must first be respect, according to my thinking; and I can have no respect for the Javanese young man. How can I respect one who is married and a father, and who, when he has had enough of the mother of his children, brings another woman into his house?"
Baca Juga : Benarkah Sarapan Bisa Menurunkan Berat Badan? Ini Penjelasan dari Penelitian!
(Saya tak akan pernah jatuh cinta. Untuk mencintai, pertama dibutuhkan rasa hormat, menurut pandangan saya; dan saya tak bisa menghormati lelaki muda Jawa.
Bagaimana saya dapat menghormati seseorang yang telah menikah dan menjadi ayah, di mana istrinya telah menjadi ibu dari anak-anaknya, membawa wanita lain ke rumahnya?)
Walau berkesan berpandangan skeptis, tetapi RA Kartini pun memiliki komentar positif tentang cinta.
"I think there is nothing finer than to be able to call a happy smile to a loved mouth, to see the sunshine break over another's face."
(Tidak ada hal yang lebih indah selain dapat menerbitkan senyum di wajah mereka yang kita cinta.)
Artikel ini pernah tayang di Tribun Jabar dengan Judul Kisah RA Kartini Tolak Poligami tapi Jadi Istri ke-4 Bupati Jepara, Ini Surat-suratnya Tentang Cinta
Source | : | Tribun Jabar |
Penulis | : | Anisa Annan |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR