Nakita.id – Saat mengurus Si Kecil, mungkin Moms pernah menghadapi momen ketika anak bersikap agresif seperti tantrum, berteriak-teriak, atau menangis jika keinginannya tidak dipenuhi.
Sikap agresif tersebut sebenarnya merupakan suatu bagian dari proses belajar anak untuk mengendalikan dirinya.
Kendati demikian, Moms dan Dads perlu mengetahui mana sikap agresif yang merupakan bagian dari proses belajar dan mana yang sudah berlebihan.
Menurut psikolog anak Emily Mudd, umumnya sikap agresif terjadi pada anak yang berusia di bawah tiga tahun.
Baca Juga: Berikan Perlindungan Alami Saat Puasa, Si Kecil Sehat dan Orangtua Pun Tenang
"Pada tahap ini, anak-anak cenderung menggunakan ekspresi fisik dari rasa frustrasinya, karena mereka belum memiliki kemampuan bahasa untuk mengekspresikan diri," ucap Mudd.
Misalnya, anak mendorong temannya di taman. Perilaku tersebut tidak dapat disebut agresi, kecuali itu sudah berpola.
Pada saat anak sudah cukup besar untuk mengomunikasikan perasaannya secara verbal, biasanya usia 7 tahun, perilaku agresif itu akan berkurang, Moms.
Yang harus diwaspadai adalah jika anak masih kasar dan agresif, misalnya membahayakan dirinya atau orang lain.
Gejala lain yang harus diperhatikan adalah anak sulit berteman atau mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah.
Sikap tersebut bisa saja merupakan tanda gangguan tumbuh kembang, seperti ADHD, autisme, atau kecemasan.
Untuk memastikannya, Moms sebaiknya langsung mengonsultasikannya dengan dokter.
Agar Si Kecil terhindar dari perilaku agresif, ada cara-cara yang dapat Moms dan Dads lakukan lo, di antaranya:
1. Tetap tenang
Ketika Si Kecil mengekspresikan banyak emosi dan orangtua juga menghadapinya dengan emosi, agresi anak akan semakin meningkat.
Sebagai gantinya, cobalah untuk memberi contoh cara mengatur emosi pada anak. Ajak anak menarik napas, duduk, lalu setelah agak tenang, ungkapkan apa keinginannya.
2. Jangan menyerah pada tantrum
Ketika anak mulai menunjukan perilaku tantrum, jangan menyerah ya, Moms.
Beri waktu agar anak lebih tenang dan peluk dirinya. Jangan langsung menuruti kemauan anak ketika ia tantrum di tempat umum.
Cara ini mengajarkan anak jika apa yang diperbuatnya merupakan perilaku yang tak pantas.
3. Menghargai perilaku baik anak
Hargai perilaku yang baik, bahkan ketika anak tidak melakukan sesuatu yang luar biasa.
Misalnya, saat sang anak kita ajak menghadiri makam malam dan ia tak menyebabkan masalah, katakan, “Mama sangat suka bagaimana kamu bersikap saat makan malam”.
Moms tak perlu harus terus menerus memberinya hadiah. Pujian sudah terbilang cukup untuk memberinya kekuatan yang besar.
4. Bantu anak belajar mengekspresikan emosi
Moms juga bisa membantu anak mengekspresikan emosinya, misalnya dengan mengatakan kata-kata seperti, "Ibu tahu kamu benar-benar marah sekarang" saat anak mulai memuncak emosinya.
Cara ini membantunya memahami apa yang dirasakan dan mendorongnya untuk mengekspresikan emosi dengan kata-kata bukan dengan cara fisik.
5. Temukan imbalan yang sesuai
Jangan fokus pada pemberian hadiah berupa materi atau uang.
Sebagai gantinya, cobalah memberi hadiah seperti setengah jam waktu khusus bersama ibu atau ayah, ajak anak makan menu favoritnya, atau menonton film bersama.
Bila Si Kecil sedang belajar mengendalikan diri, gabungkan cara ini dalam pola pengasuhan untuk membantunya mengendalikan perilaku agresif.
Jika situasinya tampak tidak terkendali, ingatlah bahwa Moms bukan satu-satunya yang berjuang dengan perilaku anak.
Jangan sungkan untuk meminta bantuan psikolog anak untuk memecahkan masalah emosional dan perilaku.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR