Nakita.id – Matematika biasanya menjadi pelajaran pembawa masalah yang dirasakan oleh anak-anak.
Meski pun tidak semua, beberapa anak yang sedang melalui tumbuh kembang pasti ada yang tidak suka dengan matematika.
Karena matematika kerap dianggap sulit untuk diselesaikan dan juga memicu perubahan suasana hati pada Si Kecil.
Baca Juga: Ditantang Kerjakan Tugas Matematika, Ussy Beberkan Kelemahannya: Gamungkin Bisa Ngerjain Ini Aku
Untuk Si Kecil yang suka dengan segala bentuk sosial pasti pernah mengalami tidak suka dengan matematika.
Padahal menurut seorang pakar pendidikan dan sains, matematika itu bisa disukai oleh anak-anak.
Tergantung bagaimana Moms mengenalkannya kepada Si Kecil karena matematika adalah bagian dari kehidupan.
Baca Juga: Moms, Anak Bisa Saja Terkena Ataksia, Kenali Gejala dan Jenisnya!
“Kita kalau bicara matematika itu kan sebetulnya tidak sulit. Kadang itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari.” Ujar Indra Charismiadji, Pengamat dan Praktisi Pendidikan dan Sains saat ditemui diacara diskusi bertajuk “Sains Digital Dari dan Untuk Anak Indonesia” dari Kalbe hari ini, Jumat (6/9/2019).
“Kuncinya untuk anak itu suka belajar matematika harus dikaitkan dengan sesuatu yang kontekstual. Simbol 1 itu gak ada artinya, tapi 1 bungkus makanan ini ada artinya. Ini mengajarkan anak tentang satuan,” Indra memberikan contoh.
Indra juga mengatakan bahwa mengajarkan matematika dengan cara kontekstual akan lebih mudah.
Karena kontekstual dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan belajar secara teori.
“Itu kunci belajarnya, akan tetapi usia juga penting. Usia di bawah 6 tahun atau sebelum sekolah dasar (SD) jangan sekali-sekali ajarkan mereka untuk baca, tulis, hitung. Hitung dalam arti tadi ya simbol ya, simbol 1+1=2. Lupakan,” Tegas Indra.
Hal itu dianggap Indra akan membunuh kreativitas anak dan membuat Si Kecil jadi memiliki tingkat literasi yang sangat rendah.
Baca Juga: Kenali Penyebab Asfiksia Neonatorum yang Dapat Mengakibatkan Kematian pada Bayi Baru Lahir
Karena kemampuan atau kecepatan otak untuk menerima informasi itu belum terbentuk, jadi yang harus dibentuk dahulu adalah kecepatan menerima informasi.
Itu yang disebut dengan temporal skill yang baru akan terbentuk pada anak usia 6 sampai 7 tahun.
Setelah itu baru mereka bisa belajar yang namanya spatial skill, jadi mau yang ada simbolnya, huruf, angka itu baru cukup umurnya.
Indra juga mengatakan banyak orangtua yang bangga karena umur 3 tahun anaknya sudah dianggap pintar karena sudah bisa baca, tulis, dan hitung.
Baca Juga: Bayi Rewel Saat Sedang Menyusu? Bisa Jadi Ini Penyebabnya, Moms Wajib Tahu!
Hal itu justru dianggap Indra akan membuat kemampuan literasi anak rendah di masa mendatang atau saat anak beranjak dewasa.
“Kemampuan literasi mereka akan rendah, karena mereka hanya mampu membaca yang singkat-singkat atau kata per kata. Apalagi untuk mengartikan sesuatu,” Ujar Indra.
Indra juga mengatakan bahwa membaca itu berbeda dengan mengartikan, kita semua bisa membaca belum tentu paham artinya.
“Jadi itulah kunci pertamanya, lalu biarkanlah anak kecil itu bermain karena mereka harus mengembangkan dirinya melalui permainan. Jangan dari kecil disuruh belajar, les sana sini. Nanti kecilnya kurang main, besarnya malah gak bisa fokus kerja atau kuliah karena kebanyakan main,” pungkas Indra.
Dalam acara diskusi ini juga disampaikan bahwa anak yang kreatif merupakan ujung tombak untuk negara yang lebih maju.
Karena kreativitas merupakan bagian yang penting dalam inovasi dan ini sudah mengalir dalam darah bangsa Indonesia.
Terlihat dari kebudayaan nenek moyang kita seperti banyaknya rupa rumah adat dan juga tarian tradisional.
Akan tetapi semua itu seolah terlupakan ketika kita mengenal konsep sekolah formal yang membuat kita berpikir seragam.
Karena itu Kalbe yang setiap tahun mengadakan lomba sains untuk anak-anak berharap bisa membimbing anak-anak Indonesia untuk menjadi kreatif.
“Kita harapkan anak-anak bisa berpikir kreatif dan inovatif. Dengan demikian, mereka bisa menghasilkan barang-barang yang bermanfaat untuk masyarakat,” ujar Pre Agusta selaku Direktur R&D Kalbe Group.
Kalbe Junior Scientist Award bisa diikuti secara perorangan oleh siswa/i kelas 4-6 SD dan kelas 7-9 SMP.
Karya sains yang didaftarkan bidang IPA dan teknologi terapan, baik yang sudah jadi maupun rancangan karya yang bisa direalisasikan.
Keuntungan mengikuti ini bukanlah hanya sebatas mendapatkan uang saja melainkan sebuah penghargaan.
Di mana mereka bisa bertemu dengan presiden atau pun menteri untuk menunjukkan kebolehan karya mereka.
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Penulis | : | Rachel Anastasia Agustina |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR