Nakita.id - Memiliki buah hati yang memasuki usia di atas lima tahun menjadi satu hal yang menantang.
Dalam rentang usia lima sampai 10 tahun, kebanyakan sudah bersosialisasi dengan orang lain selain lingkup keluarga.
Seperti teman sepermainan di sekolah.
Anak yang sudah aktif bersosialisasi tentu akan memberikan cerita tersendiri dalam kegiatan sehari-harinya.
Mulai dari kebahagiaan hingga kesedihannya dalam menjalani hari.
Sebagai orangtua, tentu kita harus memahami emosi Si Kecil ya Moms.
Namun, apa jadinya jika Si Kecil menunjukkan rasa melankolis yang tak berkesudahan?
Melankolis sendiri adalah emosi yang menunjukkan Si Kecil yang kerap terlihat muram, pendiam, murung, atau, sedih.
Alih-alih memberikan label Si Kecil yang muram, baiknya Moms dan Dads mulai menanamkan seni kebahagiaan.
Perasaan 'selalu bahagia' atau sebaliknya tentu hal yang mustahil terjadi.
Untuk itu Moms bisa memulai mengajarkan cara mengelola emosi dengan baik.
Dengan begitu kecerdasan emosional anak akan terasah sejak dini.
Melansir dari Ahaparenting, penentu terbesar kebahagiaan buah hati ternyata dipengaruhi oleh kebiasaan mental, emosi, dan fisik yang akan menciptakan reaksi pada tubuh.
Lalu reaksi tersebut menentukan tingkat kebahagiaan.
Selain itu, kelangsungan hidup, keamanan, dan kenyamanan yang terjamin juga menjeadi penentu emosi Si Kecil.
Untuk itu, sebelum memberikan label buah hati di rumah adalah anak yang melankolis.
Moms bisa mengevaluasi diri sendiri apakah sudah memberikan aspek-aspek yang membuat Si Kecil merasa bahagia.
Faktor eksternal seperti lingkungan Si Kecil di luar rumah tentunya harus Moms ketahui.
Apakah Si Kecil memiliki masalah dengan pergaulan di lingkungannya atau tidak.
Baca Juga: #LovingNotLabelling Fatal Akibatnya Jika Dilakukan, Jangan Sebut Anak Suka 'Pilih-Pilih Makanan'
Jika Moms telah menelaah faktor internal dan eksternal yang memengaruhi emosi Si Kecil.
Langkah selanjutnya adalah membantu anak untu mulai mengembangkan kebiasaan yang mengarah pada kebahagiaan.
Pertama, Moms bisa mengajarkan buah hati memiliki mental konstruktif yang menciptakan kebahagiaan.
Mengelola suasana hati, seperti monolog (berbicara positif dengan diri sendiri), menciptakan rasa optimisme.
Selain itu, ajarkan untuk Si Kecil selalu bersyukur.
Hal ini bisa diterapkan dengan kalimat 'terima kasih' yang memang terdengar sederhana.
Jika sudah melatih psikis untuk lebih seimbang, keseimbangan fisik juga tak boleh luput dari perhatian.
Hal tersebut bisa Moms mulai dengan menerapkan olahraga bersama keluarga di waktu senggang.
Baca Juga: #LovingNotLabelling: Jangan Marahi Anak, Ini Trik Mudah Bikin Si Kecil Suka Makan Sayur dan Buah
Mengonsumsi makanan sehat.
Mungkin Moms dan Dads juga memiliki semacam 'tradisi' untuk membuat susasana rumah menjadi menyenangkan.
Seperti menonton film komedi atau mendengarkan musik kesukaan.
Tanpa disadari, kebiasaan tersebut akan berdampak pada kesehatan mental keluarga dalam jangka panjang lo.
Hal sederhana lainnya yang bisa Moms tanamkan adalah mengajak Si Kecil menemukan 'hal ajaib' yang harus diapresiasi dalam tiap harinya.
Matahari terbenam, pelukan hangat keluarga, berbincang dengan nenek atau hal kecil lainnya bisa Moms terapkan.
Moms dan Dads juga harus mengingat memaksakan emosi Si Kecil juga tak baik.
Karena perubahan emosi adalah hal yang manusiawi.
Untuk itu, Moms perlu melakukan penanganan jika Si Kecil terlalu berlarut-larut dalam emosi sedih atau melankolis.
Source | : | ahaparenting |
Penulis | : | Yosa Shinta Dewi |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR