Nakita.id - Seorang anak seharusnya tidak melakukan aktivitas komersial seperti joki cilik.
Berkaca dari kasus meninggalnya seorang joki cilik, Muhammad Sabila Putra (10) di acara pacuan kuda tradisional di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Sabila yang diketahui masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) meninggal setelah terjatuh dari kuda pacuannya, Senin (14/10/2019).
"Kami mendapat laporan bahwa korban mengalami kecelakaan di lokasi Pacoa Jara atau pacuan kuda tradisional, yang melibatkan joki cilik atau joki anak anak, dan meninggal dunia.
"Sempat dibawa RSUD Kota Mataram, tapi meninggal di tengah perjalanan di Sumbawa," kata Joko Jumadi, Divisi Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Kamis (17/10/2019), dikutip dari Kompas.com.
Kecelakaan terjadi di Keluarahan Sambi Na'e, Kota Bima, NTB, Senin sore (14/10/2019).
Ketika itu, kuda yang ditunggangi Sabila melaju kencang, tubuh mungilnya berjuang mengendalikan kuda yang jauh lebih besar darinya
Saat itulah kuda yang ditungganginya terjatuh dan menindih tubuh mungilnya.
"Korban mengalami luka di bagian kepala, kondisinya sangat parah, dia bahkan dibawa menggunakan sepeda motor dari lokasi kejadian oleh warga, tidak disediakan ambulans atau mobil kesehatan oleh penyelenggara," terang Joko.
LPA NTB dan aktivis peduli anak akan melaporkan pihak penyelenggara ke Polisi Militer (POM) di Mataram, dengan Pasal 76B juncto 77 B Undang Undang Perlindungan Anak (UUPA) dan Polda NTB.
Joko menegaskan, Pasal 76B juncto 77B UUPA cukup kuat, di mana pasal tersebut menegaskan menempatkan anak dalam situasi perlakuan salah.
"Bahwa ada perlakuan salah dilakukan orang tua, dalam konteks ini atau peristiiwa ini yang melakukan perlakukan salah itu adalah panitia penyelenggara pacuan kuda yang melibatkan anak-anak, kami akan melapor ke Polisi Militer di Mataram," kata Joko.
Baca Juga: 5 Hal 'Aneh' Ini Terjadi pada Miss V Selama Kehamilan, Moms Mengalaminya?
"Menggunakan anak anak dalam kegiatan pacuan kuda meskipun dianggap tradisi turun temurun, tetap tidak bisa dibenarkan, karena anak-anak tidak boleh diminta atau diperintahkan untuk mengerjalan hal yang berbahaya bagi jiwanya, apalagi bersifat komersil, setelah pacuan mereka diupah, itu sudah melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak," terang Joko.
Berkaca dari peristiwa Sabila, LPA NTB dan aktivis peduli anak membentuk komunitas membuat gerakan #stopjokicilik agar kebiasaan penyelenggara event pacoa jara atau pacuan kuda di wilayah Bima, Sumbawa bahkan Lombok tidak lagi menggunakan joki cilik, karena sangat berbahaya bagi keselamatan mereka.
Seperti diketahui, acara pacuan kuda tersebut digelar dalam rangka Hari Jadi TNI ke-74 tahun 2019 dan memperebutkan piala Wali Kota Bima.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga menyesalkan keberadaan joki cilik yang dinyalir rentan melanggar hak anak, tidak mendapatkan perhatian khusus sampai klimaksnya menuai korban jiwa.
Dalam hal ini KPAI menyoroti penyelenggara kegiatan hendaknya bertanggung jawab atas insiden ini sehingga perlu penanganan serius agar tidak terulang di kemudian hari.
Untuk itu, KPAI menyampaikan hal sebagai berikut.
1. Mendesak penyelenggara menghentikan kegiatan pacuan kuda/ joki cilik yang menimbulkan bahaya fatal kepada anak
2. Meminta kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan urusan perlindungan anak agar segera melakukan langkah preventif, kuratif, dan rehabilitatif atas praktik budaya joki cilik ini.
Supaya dapat ditangani dari berbagai potensi pelanggaran hak anak bagi anak-anak yang aktif mengikuti, seperti memastikan kembali hak wajib belajar 12 tahun pendidikan, terampasnya waktu bermain anak, hilangnya hak menikmati budaya sendiri yang sesuai dengan usia anak, dan hak menerima pengasuhan yang optimal dari keluarga.
3. KPAI mendorong pengungkapan dan penanganan anak yang menjadi joki cilik diduga berada dalam situasi yang membutuhkan perlindungan khusus; seperti anak dijadikan alat taruhan/perjudian, anak menjadi korban Eksploitasi Ekonomi oleh pihak tertentu tak terkecuali oleh orang tuanya, serta anak yang direkrut untuk dipekerjakan sekaligus menjadi alat branding budaya tanpa memperhatikan perlindungan jiwa anak.
4. Mendukung aparat kepolisian mengungkap peristiwa tersebut secara hukum agar keadilan dan penghormatan pada hak anak dapat ditegakkan dan memberikan efek jera serta pembelajaran kepada publik.
5. Menyerukan kepada orang tua agar tidak mengajak dan memberi izin kepada anak-anak untuk mengikuti kegiatan joki cilik dikarenakan kerentanan keselamatan dan rentan mendapat tindak eksploitasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab.
6. KPAI akan melakukan pengawasan pada lokus peristiwa dan melakukan langkah koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan advokasi pada anak-anak yang ditenggarai masih banyak yang menjadi joki cilik agar kembali menikmati hak anak sebagaimana mestinya secara wajar di masyarakat.
Setelah menjadi perhatian publik, tak heran ditemukan petisi yang tersebar di media sosial untuk menghentikan penggunaan joki cilik dalam acara budaya di NTB ini.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Kompas.com,Siaran Pers |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR