LPA NTB dan aktivis peduli anak akan melaporkan pihak penyelenggara ke Polisi Militer (POM) di Mataram, dengan Pasal 76B juncto 77 B Undang Undang Perlindungan Anak (UUPA) dan Polda NTB.
Joko menegaskan, Pasal 76B juncto 77B UUPA cukup kuat, di mana pasal tersebut menegaskan menempatkan anak dalam situasi perlakuan salah.
"Bahwa ada perlakuan salah dilakukan orang tua, dalam konteks ini atau peristiiwa ini yang melakukan perlakukan salah itu adalah panitia penyelenggara pacuan kuda yang melibatkan anak-anak, kami akan melapor ke Polisi Militer di Mataram," kata Joko.
Baca Juga: 5 Hal 'Aneh' Ini Terjadi pada Miss V Selama Kehamilan, Moms Mengalaminya?
"Menggunakan anak anak dalam kegiatan pacuan kuda meskipun dianggap tradisi turun temurun, tetap tidak bisa dibenarkan, karena anak-anak tidak boleh diminta atau diperintahkan untuk mengerjalan hal yang berbahaya bagi jiwanya, apalagi bersifat komersil, setelah pacuan mereka diupah, itu sudah melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak," terang Joko.
Berkaca dari peristiwa Sabila, LPA NTB dan aktivis peduli anak membentuk komunitas membuat gerakan #stopjokicilik agar kebiasaan penyelenggara event pacoa jara atau pacuan kuda di wilayah Bima, Sumbawa bahkan Lombok tidak lagi menggunakan joki cilik, karena sangat berbahaya bagi keselamatan mereka.
Seperti diketahui, acara pacuan kuda tersebut digelar dalam rangka Hari Jadi TNI ke-74 tahun 2019 dan memperebutkan piala Wali Kota Bima.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga menyesalkan keberadaan joki cilik yang dinyalir rentan melanggar hak anak, tidak mendapatkan perhatian khusus sampai klimaksnya menuai korban jiwa.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,Siaran Pers |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR