Nakita.id- Posisi perempuan Jawa khususnya di area keraton, sering diidentikkan dengan hal-hal feminin seperti patuh, lemah lembut, dan ayu.
Tapi dalam Ann Kumar, profesor asal Australia sedikit menampilkan sisi lain perempuan Jawa yang umumnya digambarkan masyarakat.
Siapa sangka Moms, di abad ke-18, ternyata di Jawa sudah ada prajurit perempuan loh!
Melalui penelusuran sejarawan Ann Kumar, Ia menemukan buku harian yang ditulis oleh prajurit perempuan Mangkunegara (Kesunanan Surakarta).
BACA JUGA: Inspiratif, Sepak Terjang Malala Yousafzai Peraih Nobel Perdamaian
Keraton Mangkunegara dan beberapa kerajaan jawa lainnya memiliki suatu institusi Adhiluhung yaitu suatu korp Prajurit Estri atau prajurit perempuan.
Korp perempuan diperkirakan terdiri dari kurang lebih 150 perempuan muda.
Sebanyak 30 diantaranya menjadi pengawal raja ketika muncul di tempat umum, sepuluh diantaranya mengusung perkakas sang raja seperti bejana air minum, sirih komplet, pipa tembakau, keset, payung, kotak minyak, dan paian.
Sebanyak 20 perempuan yang lain, lengkap dengan senjata tombak dan tulup, mengawal di semua sisi.
Menurut beberapa sumber, prajurit perempuan Jawa, tidak hanya dilatih untuk menggunakan senjata tapi juga menari, menyanyi, dan memainkan musik.
Para prajurit perempuan, biasanya dipilih dari perempuan-perempuan tercantik di kerajaan.
Namun, hampir tidak pernah dijadikan selir oleh raja, meskipun tidak jarang para prajurit perempuan ini diberikan kepada bangsawan lain sebagai hadiah untuk dijadikan istri.
BACA JUGA: Kisah Haru Anak yang Hidup dengan Plastik untuk Menutupi Lubang Di Perut
Mereka dianggap lebih beruntung daripada selir yang tidak boleh menerima tawaran pernikahan sebelum raja meninggal.
Dalam sastra jawa modern, pertarungan-pertarungan para pejuang perempuan lebih sering ditampilkan, terutama dalam duel bersenjata dan perang.
Dalam catatan buku harian prajurit perempuan ini, menggambarkan kehadiran prajurit perempaun dalam sebuah upacara untuk menyambut gubernur.
Diceritakan dalam upacara penyambutan gubernur, pangeran didampingi oleh para prajurit perempuan dengan mengenakan keris dan ikat pinggang berhias bordir daun-daun emas.
Mereka mengenakan pakaian yang berkilauan, pakaian prajurit ala laki-laki, berjalan kaki membawa busur panah.
Kemudian atas perintah pangeran, para prajurit juga menembakkan tembakan salvo secara bersamaan hingga tiga kali.
Mereka juga mampu menaiki kuda, mengiringi kepulangan pangeran. Peristiwa ini dianggap cukup mengagumkan bagi masyarakat dan penonton pada masa itu.
Ann Kumat, dalam bukunya memeperlihatkan bahwa catatan prajurit perempuan tentang Keraton Mangkunegara, membuktikan bahwa perempuan Jawa era Mataram khususnya para prajurit perempuan, nyatanya memahami benar alur politis keraton.
BACA JUGA: Memiliki Wajah Tak Biasa, Begini Kisah Perjuangan Seorang Anak yang Alami Sindrom Treacher Collins
Bahkan ia mampu memberikan praduga, asumsi dan kritik terhadap keadaan keungan hingga politik Mataram secara umum dan Mangkunegara secara khusus.
Ketangguhannya dalam mengunakan senjata dan kepaiawan lainnya yang dimiliki para prajurit perempuan jawa masa itu memang sulit ditemui kini.
Mereka (para prajurit perempuan Jawa) setidaknya bisa membuktikan bahwa sifat maskulin juga tampak pada perempuan.
Perempuan nyatanya mumpuni dalam hal-hal politik dan pertahanan dalam Keraton Mamgkunegara, mereka juga piawai memainkan senjata dan bersastra.
Selain itu, mereka juga juga unggul dalam analisis politik yang membuktikan bahwa perempuan juga memliki rasionalistas yang sama dengan laki-laki, mengetahui strategi politis pula.
Wah, tidak disangka ya Moms zaman dulu sudah ada korp pertahanan Negara perempuan di Tanah Jawa yang pastinya tidak kalah dengan tokoh Wonder Woman!
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Fita Nofiana |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR