Nakita.id - Kabar soal adanya Keraton Agung Sejagat (KAS) kian menjadi perbincangan hangat.
Dilansir dari kanal YouTube CNN Indonesia (15/1/2020) sang raja, Toto Santosa dan ratunya, Fanni Aminadia sebagai tersangka atas dugaan kasus penipuan dan penyebaran berita bohong.
"Sudah ditangkap dua orang pelaku, diduga melakukan tindak pidana melanggar pasal 14 UU No. 1 Tahun 46 dan pasal 378 tentang penipuan," jelas Direskrimun Polda Jateng, Kombes Pol. Budi Haryanto.
Baca Juga: Bukan Sedang Kampanye, Anang Hermansyah dan Ashanty Bikin Heboh Warga Kampung karena Lakukan Hal Ini
Dilansir dari tayangan di kanal YouTube Surya Citra Televisi (SCTV), terlihat banyak orang yang mengenakan seragam kebesaran bak anggota militer dalam acara seperti kirab budaya.
Toto dan pasangannya menunggani kuda, melambaikan tangan melewati anggotanya.
Dikabarkan, bahwa Toto memiliki pengikut sekitar 150 orang.
Baca Juga: Fakta Pilu di Balik Terpisahnya Anak Kembar 3 Selama 16 Tahun, Kakak Angkat:
Anggotanya bukan dari warga sekitar, hanya dua orang tetangga pelaku.
Tak disangka, untuk menjadi bagian Keraton Agung Sejagat, anggota dimintai iuran, Moms.
"Kita untuk baju sendiri ya beli sendiri to Pak, ya terjangkau (harganya)," ujar Puji, salah satu anggota Kerajaan Agung Sejagat.
Lalu, apa yang membuat warga mau menjadi anggota keraton padahal mereka dimintai uang untuk seragam?
Dilansir dari Surya.co.id, seorang ahli psikologi sosial Dr. M. G. Bagus Ani Putra ikut berkomentar soal kasus keraton yang sedang viral tersebut.
Mulanya, ia menduga bahwa Toto mengidap waham kebesaran, kondisi seseorang yang merasa paling memiliki kekuasaan di atas semua kekuasaan meskipun tak mempunyai bukti otentik atau logis.
Ia juga menduga banyaknya pengikut karena adanya faktor material, iming-iming gaji besar sehingga mereka tunduk pada sang raja.
"Apalagi masyarakat yang bergabung dengan KAS ini kebanyakan mempunyai kesulitan finansial, seperti terlilit hutang sehingga mereka sangat menerima ketika dijanjikan mendapatkan gaji/ pendapatan yang besar hanya dengan membayar iuran anggota dan uang seragam," jelasnya.
"Kesulitan finansial inilah yang disebut sebagai kelemahan dari pengikut sehingga cenderung patuh kepada ‘pemimpin’ mereka," tambah dosen Pascasarjana Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Surabaya.
Selain itu, menurutnya, para anggota keraton juga tak memerhatikan sejarah hingga fakta yang ada, mereka lebih tertarik memperhatikan simbil-simbol seperti kuda kerajaan, seragam kebesaran, keraton hingga panji-panji yang ada.
Dengan demikian, sang Raja mudah memberikan persuasi kepada pengikutnya ketika masih menggunakan simbol-simbol kekuasaan tersebut sehingga ia mendapatkan kredibilitas di depan pengikutnya.
Baca Juga: Polemik Nyomot Konten Kian Melebar, Nikita Mirzani Bongkar Borok Andhika Pratama Selama Jadi Artis:
Source | : | YouTube,Surya.co.id |
Penulis | : | Riska Yulyana Damayanti |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR