Nakita.id - Selama berpuluh-puluh tahun, Tiongkok memiliki peraturan ketat dimana pasangan menikah hanya diperbolehkan memiliki satu anak saja.
Jika melanggar, hukuman berat akan diberikan.
BACA JUGA: Ibu Hamil Perlu Coba, Begini Cara Mudah dan Alami Punya Anak Kembar
Karena itu, sudah menjadi hal umum jika pihak berwenang mengambil bayi-bayi itu dan membunuh mereka.
Hukum tersebut sebenarnya bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, serta untuk mengurangi kemiskinan.
Namun pada akhirnya, peraturan tersebut hanya menimbulkan banyak kematian.
Masalah inilah yang dialami oleh pasangan bernama Xu Lida dan Qian Fenxiang.
Xu Lida dan istri tak sanggup jika harus menyerahkan bayi kedua mereka pada pemerintah.
Karena itu, mereka mengambil langkah nekat.
Keduanya membawa si bayi ke pasar dan meninggalkan si bayi di sana beserta catatan dalam bahasa Mandarin.
"Putri kami, Jingzhi, lahir jam 10 pagi pada tanggal 24 bulan ketujuh kalender bulan, 1995.
Kami dilanda kemiskinan dan ketentuan dimana kami harus meninggalkannya, ketakutan yang bagai mimpi buruk bagi ayah dan ibu manpun.
Terima kasih telah menyelamatkan putri kecil kami dan merawatnya.
Jika memang takdir, maka temuilah kami lagi di Broken Bridge di Hangzhou pada pagi hari Festival Qixi 10 atau 20 tahun dari sekarang."
Bayi mungil itu kemudian ditemukan di pasar dan dibawa oleh panti asuhan Suzhou.
BACA JUGA: Moms Barang-barang Ini Tidak Boleh Dekat Kulkas, Akibatnya Bisa Fatal
Ia kemudian diadopsi oleh keluarga Amerika yang telah memiliki dua anak laki-laki tapi ingin anak perempuan Chinese.
Ken dan Ruth Pohler membawa Jingzhi ke Amerika, mengubah namanya menjadi Catherine Su "Kati" Pohler.
Ketika catatan tersebut diterjemahkan, Ruth dan suami merasa terenyuh dan memutuskan untuk menyimpan catatan itu.
Mereka berencana untuk mengatakan apa yang terjadi saat Kati berusia 18 tahun.
Meski sudah jelas Kati diadopsi, ia tidak benar-benar mempermasalahkannya.
Kati dirawat dengan baik oleh keluarga Amerika-nya.
10 tahun setelah meninggalkan bayinya di Broken Bridge, Xu dan Qian benar-benar pergi ke jembatan itu dengan harapan anaknya datang.
Mereka membawa tanda besar bertuliskan nama anak mereka dan mendekati semua gadis yang ada di jembatan.
Namun, mereka pulang dengan kekecewaan.
Saat itu, Pohler meminta bantuan teman, Annie Wu, yang sedang berada di Tiongkok untuk memeriksa Broken Bridge untuk melihat apakah orang tua kandung Kati ada di sana.
Annie datang ke sana beberapa menit setelah Xu dan Qian pulang.
Annie kemudian berbicara pada kru TV yang ada di sana dan akhirnya melihat orang tua kandung Kati.
Kisah itu kemudian menjadi headline di beberapa media.
Seorang teman di Hangzhou kemudian melihat salah satu berita di TV dan berkata pada orang tua kandung Kati bahwa ada kabar tentang Jingzhi.
Xu dan Qian pun kemudian bertemu Annie melalui stasiun TV dan diserahkannya catatan surat dan foto dari Pohler.
BACA JUGA: Pernah Temukan Benjolan di Tangan atau Kaki Seperti Ini? Simak Info Medisnya
Namun Xu dan Qian tidak bisa bertemu anak mereka dengan segera.
Pohler kemudian meminta Annie untuk berhenti menghubungi Qian dan Xu.
Ruth menjelaskan:
"Kami merasa kami tidak perlu lagi berhubungan dengan orang tua kandung Kati.
Kami berpikir bahwa kami harus meninggu Kati untuk tumbuh dewasa dan melihat
apakah ia ingin tahu.
Dia putri kami.
Memang ia punya orang tua kandung, tapi hubungan kami dengannya juga cukup dalam."
Annie kemudian mengubah nomor teleponnya dan tak bisa lagi dihubungi oleh Qian dan Xu.
Setelah itu, Qian dan Xu terus mengunjungi Broken Bridge tiap tahunnya.
Meski harapannya kecil, tapi mereka tetap menunggu.
Saat itulah pembuat film dokumenter Chang Changfu mengetahui kisah tersebut dan memutuskan untuk menangkap momen dimana pada akhirnya Qian dan Xu bertemu dengan anak kandungnya.
Ketika Kati berusia 21 tahun, akhirnya ia bertanya pada orang tua angkatnya tentang siapa orang tua kandungnya.
Kati pun ingin menemui orang tua kandungnya.
Ia kemudian berhubungan dengan Chang si pembuat film dan bersedia menjadi subyek dokumenter tentang pencarian orang tua kandungnya.
Pembuat film akhirnya merencanakan pertemuan orang tua dan anak itu pada Festival Qixi 2017.
Akhirnya, hari pertemuan itu pun tiba.
Qian langsung menangis histeris saat bertemu dengan anak perempuannya itu.
Kati kemudian tinggal di rumah orang tuanya selama dua hari, saling berbicara meski mereka tidak begitu lancar berbahasa Inggris.
Artikel ini sudah tayang di tribunnews.
Toys Kingdom dan MilkLife Wujudkan Senyum Anak Negeri untuk Anak-anak di Desa Mbuit
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR