Yuri menyebut, gejala sakit berat tak terjadi karena virus corona yang masuk ke tubuh tidak bisa melakukan replikasi atau beranak pinak.
"Kalau dia bisa beranak-pinak menjadi banyak, pasti orang itu akan panas. Kalau itu ada di saluran pernapasan atas dalam jumlah yang banyak, pasti akan memacu terbentuknya lendir dan merangsang batuk," ujar Yuri.
"Begitu masuk ke saluran nafas bawah, maka akan terjadi kegagalan pernafasan karena seluruhnya akan dilapisi oleh lendir, yang seakan akan paru-parunya tenggelam," sambungnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini menduga ada dua kemungkinan yang menyebabkan virus corona saat ini menjadi lebih jinak.
Pertama, daya tahan tubuh masyarakat semakin baik dan terjaga pasca munculnya pandemi ini, sehingga virus corona sulit berkembang biak dalam tubuh. Kedua, ada juga kemungkinan virus corona memang sudah semakin lemah.
Menurut dia, pelemahan virus ini memang menjadi karakter corona yang muncul sebelumnya.
"Karakter corona seperti ini. Pengalaman 2002, virus corona SARS, setelah setahun lewat berubah jadi seasonal flu. Virus masih ada tapi dampaknya adalah flu musiman seperti flu biasa. Kemudian ada juga H1N1, awalnya angka kematian semula tinggi tapi kemudian berubah jadi seasonal flu," kata dia.
Kekhawatiran Baru
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Rachel Anastasia Agustina |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR