Kalo menurut kamus daring Oxford, YOLO merupakan kependekan dari You Only Live Once. Seperti kepanjangannya, penganut prinsip ini cuma mikir kalo hidup hanya sekali. Jadi kalo ada kesempatan, kenapa nggak diambil? Yang lain, bisa belakangan.
Contohnya kayak tiba-tiba membeli tiket pesawat untuk travelling tanpa mempertimbangkan kondisi lainnya. Pokoknya, tiket pesawat lagi diskon dan destinasinya adalah impian lo. Sekalian teriak YOLO, lengkap deh prinsip ini.
Lalu kalo FOMO merupakan kependekan dari Fear of Missing Out. FOMO timbul karena gengsi atau kecenderungan ingin mengikuti tren. Dilansir dari techtimes.com, FOMO banyak dialami remaja karena media sosial.
Contohnya, lo lihat update dari medsos Hypebeast kalo chunky sneakers jadi tren 2020. Didukung temen-temen lo yang udah pake chunky sneakers ke beragam acara. Alhasil, lo ikutan beli karena takut ketinggalan.
Melihat teman update instagram stories dan tekanan sosial lain membuat kita sebagai remaja mengalami YOLO dan FOMO . Makin parah kalo lo menganggap dua hal tersebut lumrah dan harus dilakukan! Jelas aja kalo keuangan jebol kalo mengikuti prinsip YOLO dan FOMO.
“YOLO dan FOMO itu normal lah, sebenarnya di orang tua kita juga dulu begitu. Remaja jadinya betul tergoda (dengan prinsip YOLO dan FOMO), tapi sebenarnya yang membuat saya lebih worry adalah tergoda denganconvenience, dengan kemudahan” papar content creator sekaligus founder Mentorgue Learning App, Fellexandro Ruby.
To be honest, rasa YOLO dan FOMO pasti bakal muncul di hati remaja. Tapi dengan sedikit twist, dua hal ini bisa jadi hal yang menguntungkan.
Source | : | Hai |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR