Nakita.id - Sebagai Moms millenials, tentu sudah tak asing dengan istilah You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO).
Dua istilah tersebut bukan hanya sekedar kata yang melintas di telinga, namun seringkali bahkan menjadi 'prinsip hidup'.
Seperti ketika Moms merasa tak perlu berpikir dua kali untuk membeli sepatu atau hal-hal lain yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Baca Juga: Murah dan Mudah, Cara Alami Ini Bisa Hilangkan Kantung Mata dalam Sekejap
Atau pergi berlibur ke suatu tempat lantaran 'terpengaruh' oleh selebgram dan artis idola.
Berdasarkan survei yang dilakukan HAI dan CewekBanget, 507 responden mengaku YOLO dan FOMO memang sering menjadi landasan mereka untuk mengeluarkan uang.
Sebanyak 83% dari mereka mengalokasikan uang untuk kebutuhan pribadi, 57% untuk kulineran, 48% untuk belanja online, dan 46% untuk belanja offline seperti di mal.
Bila diperhatikan, pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pribadi jadi dua alasan utama orang menghabiskan uang untuk hal di atas.
Apa sih YOLO dan FOMO?
Kalo menurut kamus daring Oxford, YOLO merupakan kependekan dari You Only Live Once. Seperti kepanjangannya, penganut prinsip ini cuma mikir kalo hidup hanya sekali. Jadi kalo ada kesempatan, kenapa nggak diambil? Yang lain, bisa belakangan.
Contohnya kayak tiba-tiba membeli tiket pesawat untuk travelling tanpa mempertimbangkan kondisi lainnya. Pokoknya, tiket pesawat lagi diskon dan destinasinya adalah impian lo. Sekalian teriak YOLO, lengkap deh prinsip ini.
Lalu kalo FOMO merupakan kependekan dari Fear of Missing Out. FOMO timbul karena gengsi atau kecenderungan ingin mengikuti tren. Dilansir dari techtimes.com, FOMO banyak dialami remaja karena media sosial.
Contohnya, lo lihat update dari medsos Hypebeast kalo chunky sneakers jadi tren 2020. Didukung temen-temen lo yang udah pake chunky sneakers ke beragam acara. Alhasil, lo ikutan beli karena takut ketinggalan.
Melihat teman update instagram stories dan tekanan sosial lain membuat kita sebagai remaja mengalami YOLO dan FOMO . Makin parah kalo lo menganggap dua hal tersebut lumrah dan harus dilakukan! Jelas aja kalo keuangan jebol kalo mengikuti prinsip YOLO dan FOMO.
“YOLO dan FOMO itu normal lah, sebenarnya di orang tua kita juga dulu begitu. Remaja jadinya betul tergoda (dengan prinsip YOLO dan FOMO), tapi sebenarnya yang membuat saya lebih worry adalah tergoda denganconvenience, dengan kemudahan” papar content creator sekaligus founder Mentorgue Learning App, Fellexandro Ruby.
To be honest, rasa YOLO dan FOMO pasti bakal muncul di hati remaja. Tapi dengan sedikit twist, dua hal ini bisa jadi hal yang menguntungkan.
Apa yang harus dilakukan?
FOMO dan YOLO yang nggak berlebihan sesungguhnya bisa kita ubah ke arah yang positif. Yang pertama kali harus dilakukan adalah, bisa mendahulukan dan membedakan kebutuhan dengan keinginan.
"Sejak berkuliah, saya sudah diberikan akses sepenuhnya untuk mengelola keuangan saya sendiri. Jadi, saya yang harus pintar-pintar membagi porsi keuangan tersebut sesuai kebutuhan. Tentu saya harus mendahulukan yang wajib (kebutuhan) dan secara disiplin menabung untuk hobi atau kesenangan pribadi (keinginan). Berlaku hemat bukan berarti pelit atau outdated," kata Shadika, seorang financial expert dari Allianz.
Setelah mendahulukan kebutuhan, apa yang bisa dilakukan selanjutnya?
1. Koleksi jadi investasi
Sadar atau nggak barang koleksi milik kita ternyata bisa jadi investasi menguntungkan di masa depan, lho!
Harga beberapa barang koleksi bisa melonjak naik seiring berjalannya waktu. Toh, ketika menekuni hobi, lo pasti tau nilai masing-masing barang.
Insting ini yang perlu dilatih. Mungkin lo nggak suka barangnya, tapi karena lo tau beberapa saat lagi harganya bisa naik, jadinya bisa lo sikat dulu, buat dijual lagi.
Investasi dan mengelola uang jelas jadi menyenangkan, deh.
Eits, investasi di sini bukan berarti juga menjadi jualan. Bisa jadi, ke depannya menjadi profesi.
Nggak percaya? Kenalin nih, namanya Muhammad Fajrintio, yang akrab dipanggil Ajis. Beberapa hari yang lalu, Ajis bercerita-cerita tentang pengalaman sekaligus perjuangannya ngoleksi kaset-kaset lokal yang saat ini udah hampir satu ruangan banyaknya.
Dari koleksi tersebut, Ajis berubah menjadi seorang DJ Kaset. Pasti kaget kan, kalau selama ini ternyata ada yang namanya DJ kaset? Pada dasarnya sama aja kok kayak DJ pada umumnya, tapi bedanya Ajis menggunakan kaset, bukan cd atau musik digital seperti zaman sekarang.
“Gue disuruh jualin koleksi kaset sama bokap. Katanya ngapain sih ngoleksi (kaset). Gue bilangnya investasi, sampai akhirnya bokap gue bosen ngebilangin untuk jual. Tahun 2015 (Jadi DJ Kaset) awalnya buat senang-senang saja, eh lama-lama jadi profesi yang menyenangkan banget,” katanya.
Berkat jadi DJ kaset bernama Pemuda Sinarmas, kini ia dapet banyak job. Bahkan pernah masuk Kompas TV juga lho. Mungkin hal ini nggak bakal pernah ia lakoni kalo nggak koleksi kaset!
2. #SelaluAdaPeluang
Kuncinya adalah SPY: Sing Penting Yakin! Fellexandro Ruby bilang, sebenernya buat nyari keuntungan dari hal yang lo lakuin itu selalu ada, tapi semua balik lagi ke diri lo sendiri.
“Bukan hanya soal peka sih, tapi niatnya. Kalau beneran niat, kita (ibaratnya) tinggal googling aja juga muncul puluhan, bahkan ratusan opsi untuk uang tambahan,” paparnya.
Nggak usah mikir macem-macem. Coba mulai dari yang lo lakuin sehari-hari deh. Apa hobi lo? Pasti, bisa dikembangin jadi duit kalo berusaha. Contohnya kayak personel Zirah, Raissa Faranda.
“Dulu pengin punya uang jajan tambahan sambil memanfaatkan apa yang udah dimiliki biar nggak rugi. Aku bermusik, kuliah musik, dan nantinya cari uang di musik. Jadi sekalian coba kelola studio sendiri dari sekarang,” kata cewek berusia 20 tahun ini.
Contoh lain, #SelaluAdaPeluang juga bisa diterapkan buat kita yang hobi travelling. Tau kan jastip alias jasa titip? Saat travelling ke negara X, kita bisa buka jasa titip barang. Jadi bukan travelling cuma-cuma karena dalam perjalanan kita juga menghasilkan uang. Tul nggak?
3. #PassionkuJadiUang
Passion, bakat, dan hobi yang kita miliki ternyata bisa menghasilkan uang asal tahu cara menyalurkannya dengan tepat.
“Sangat possible banget passion, bakat, bahkan hobi jadi uang. Hobi saya yang pertama itu adalah fotografi. Sekitar setahunan saya belajar, sesudah itu saya mulai terima proyek di Sabtu-Minggu. Dari situ akhirnya saya kayak punya dua kerjaan,” jelas Fellexandro Ruby.
Apalagi era digital seperti sekarang menjadikan media sosial sebagai medium promosi yang efektif. Pernah nggak, liat post “Twitter do your magic” yang ngepromosiin jasa unik? Kayak bikin ilustrasi dll. Bisa juga lo lakuin tuh.
“Aku suka banget gambar. Awalnya gambar teman buat kado wisuda. Dipost, eh terus ada yang mau digambarin juga gitu,” kata Valentina Kris, ilustrator.
Perlahan tapi pasti, hasilnya bakal terasa. Uang terkumpul dan kita pun happy karena melakukan sesuatu sesuai passion!
4. Jangan lupa nabung!
Percuma sih kalo lo udah tau cara menghasilkan uang, tapi nggak didukung dengan nabung. Cara nabungnya juga harus menyenangkan, biar nggak berasa dan bakal sesuai tujuan.
Menabung itu bukan soal umur, remaja, atau milenial. Dari umur berapapun menabung itu penting. Minimal kita menabung buat dana darurat kita,” ucap Fellexandro Ruby.
Idem, financial expert dari Allianz Shadika menambahkan, "Mengingat namanya darurat maka saya harus mengerem diri saya sendiri untuk menggunakannya kecuali saat darurat. Apakah membeli tiket pesawat promo untuk liburan ke luar negeri adalah sesuatu yang darurat? Tidak. Liburan adalah kegiatan yang dapat direncanakan dari jauh hari sebelumnya. Lalu apa yang dimaksud situasi darurat? Misalnya, ponsel utama yang kita gunakan sehari-hari hilang ataupun kondisi sakit keras dimana asuransi yang dimiliki sudah tidak dapat lagi menanggung biayanya."
Lebih lanjut lagi, Fellexandro Ruby dan Shadika menjelaskan kalau mengelola keuangan dengan baik bisa berdampak positif untuk masa depan kita.
“Setelah dana darurat, kita jadi bisa menginvestasikan dana itu untuk berbagai macam hal. Pertama investasi ke diri kita dulu lewat ilmu, pengetahuan, skill, relationship, hingga network. Ini yang akan menentukan bagaimana kehidupan kita 3, 4 atau 5 tahun berikutnya,” papar Fellexandro.
"Saat ini produk investasi amat beragam. Yang dapat saya sarankan adalah definisikan terlebih dahulu apa tujuan keuangan yang ingin kita capai (liburan, melanjutkan program magister, pernikahan, ibadah haji, dan lain-lain) sebelum kita memutuskan pilihan produk investasi. Setelah itu, kita perlu mengidentifikasi prodil risiko kita, apakah agresif, moderat, atau konservatif. Sebagai seorang yang moderat, saya memilih obligasi dan sukuk untuk berinvestasi. Mengingat bahwa penempatan dana untuk instrumen tersebut harus dalam jumlah besar maka per bulan saya harus memastikan kecukupan dana sebelum saya tempatkan. Agar terasa ringan, kita dapat menyisihkan 10% dari total penghasilan kita untuk berinvestasi. Amat terjangkau kan?" tambah Shadika.
Baca Juga: Meski Sudah Bisa Diakses, Ternyata Tidak Semua Bisa Dapat Token Listrik Gratis, Cek 5 Faktanya!
Lalu gimana cara nabungnya? Lo bisa bikin cara nabung kreatif, tapi harus dipatuhin. Contohnya kayak menabung berdasarkan uang favorit kita.
Cara ini dikenalkan oleh motivator bernama Ippho Santosa, dia mengajak menabung dengan menentukan mata uang tertentu yang harus kita tabung. Misal kita tentukan uangnya Rp 10 ribu, maka tiap kita pegang mata uang Rp 10 ribu, otomatis uang itu harus kita masukkan ke dalam celengan.
Atau bisa juga tiru caranya Shadika, nih.
"Setiap akhir tahun, biasanya saya melakukan rekapitulasi mengenai berapa aset yang sudah saya akumulasi untuk memastikan agar tujuan keuangan kita tercapai. Rencana keuangan perlu dievaluasi secara berkala dan dapat diubah sewaktu-waktu sesuai dengan tujuan keuangan kita. Yang terpenting adalah, ketahui tujuan keuangan kita dan disiplin mengelolanya!" paparnya.
Pokoknya, learn, earn, dan save, ya!
Artikel ini telah tayang di Hai dengan judul "Hasrat YOLO dan FOMO Memang Susah Ditahan, Tapi Lo Bisa Dapat Banyak Uang Dari Hal Tersebut"
Dorong Bapak Lebih Aktif dalam Pengasuhan, Sekolah Cikal Gelar Acara 'Main Sama Bapak' Bersama Keluarga Kita dan WWF Indonesia
Source | : | Hai |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR