Nakita.id – Ketika hamil di tengah pandemi akan menjadi semakin mengkhawatirkan.
Pasalnya diperlukan menjaga kesehatan Moms dan calon bayi yang masih di dalam kandungan.
Di tambah ketika persalinan umumnya dilakukan di rumah sakit.
Sementara rumah sakit menjadi tempat yang paling riskan terjadinya penyebaran virus corona.
Rupanya beberapa rumah sakit memiliki prosedur bagi Moms yang hendak melakukan persalinan.
Seperti yang terjadi dengan seorang ibu hamil asal Makassa, Ervina Yana yang harus melakukan rapid test dan swab sebelum melahirkan.
Namun menyedihkannya belum sempat dilahirkan, Ervina harus kehilangan calon bayinya yang masih di dalam kandungan.
Awalnya Ervina hanyalah ingin memeriksa kandungannya di puskesmas setempat.
Baca Juga: Belum Siapkan Nama Jelang Persalinan, Ini Daftar Nama Anak Perempuan yang Lahir di Bulan Ramadan
Namun, Ervina diminta lakukan rapid test akibat adanya riwayat penyakit dan kehamilannya yang tidak dikontrol.
Baca Juga: Selain 10 Tahapan Pembukaan Persalinan, Ini yang Perlu Moms Ketahui Soal Proses Melahirkan
“Karena Vina punya riwayat penyakit diabetes dan tidak kontrol kehamilan di Rumah Sakit Sentosa disarankan untuk rapid test," ujar aktivis perempuan Makassar yang mendampingi Ervina, Alita yang dikutip dari kompas.com.
Namun, Ervina ditolak rumah sakit karena seorang peserta BPJS Kesehatan.
"Ibu Ervina ini peserta BPJS Kesehatan, tapi ditolak tiga rumah sakit karena tidak ditanggung biaya rapid test dan swab," lanjut Alita.
Rupanya setelah dari RS Sentosa, Ervina berkali-kali dirujuk ke rumah sakit lain karena tidak tersedianya alat rapid test.
"RS Sentosa merujuknya ke RS Siti Hadihjah. Pihak RS Siti Hadihjah beralasan tak mempunyai alat rapid test, swab, dan operasi, kemudian kembali merujuk ke RS Stella Maris,” jelas Alita.
Lagi-lagi dengan alasan rapid test dan swab tidak ditanggung, akhirnya Vina diharuskan membayar rapid test.
Vina pun akhirnya membayar rapid test di RS Stellamaris sebesar Rp600.000.
Namun, hasil rapid test Vina dinyatakan reaktif sehingga harus melakukan pemeriksaan swab.
Untuk menjalani pemeriksaan swab, Vina harus merogoh kocek sebesar Rp2,4 juta.
Alita pun menyatakan bahwa Vina tidak sanggup membayar pemeriksaan swab sehingga harus kembali pindah rumah sakit.
“Pasien tidak sanggup bayar tes swab seharga Rp 2,4 juta. Kemudian keluarga membawanya ke RSIA Ananda,” ujar Alita.
Baca Juga: Ketahui Perkembangan Kemampuan Janin Usia 9 Bulan Agar Moms Tenang Sebelum Melahirkan
Sayangnya belum juga berhasil diperiksa kondisi kehamilannya, bayi di kandungan Ervina sudah tidak lagi bernyawa.
Pasalnya pemeriksaan kondisi kehamilan bisa dilakukan setelah hasil swab keluar.
“Keterangan dokter Ervina besok pagi akan operasi jika hasil swab sudah keluar,” ujar Alita.
Padahal saat pemeriksaan di RS Sentosa, Vina mengaku bahwa bayinya masih bergerak.
Tetapi ketika diperiksa kembali di RSIA Ananda, calon bayinya dinyatakan meninggal dunia.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR