Nakita.id - Belum lama ini sebuah utas di Twitter menjadi viral karena menjadi perbincangan warganet.
Dalam utas tersebut sang penulis menceritakan keponakan laki-lakinya yang tidak diperbolehkan merajut oleh ibunya.
Warganet menyanyangkan ibu anak laki-laki tersebut karena membatasi minat anak tentang suatu hal, lantas bagaimana pendapat psikolog?
Sebuah unggahan menampilkan kisah anak laki-laki yang tidak diperbolehkan merajut oleh ibunya beredar di media sosial Twitter pada Senin (29/6/2020).
Adapun twit tersebut diunggah oleh akun Twitter @trianovandaptr.
"2 hari yang lalu keponakanku menangis gara-gara semua mainan benang dan pita yang dia punya dibuang ama Mamanya. Mama dia marahi dia supaya jangan main benang & pita lagi karena itu mainan cewe. Mamanya ingin dia main sepak bola & layangan spt anak2 laki di sekitarnya," ujar akun @trianovandaptr dalam twitnya.
Pengunggah juga mengungkapkan bahwa keponakannya suka melihat dirinya tengah merajut dan anak laki-laki itu pun meniru kegiatan tersebut.
Lantas, bagaimana tanggapan psikolog anak terkait bakat anak yang dibatasi oleh orangtua?
Tanggapan psikolog anak Psikolog anak sekaligus Dosen Fakultas Psikologi dari Universitas Indonesia (UI), Nael Sumampouw mengungkapkan, tindakan pembatasan bakat yang dilakukan orangtua dalam unggahan termasuk stereotipe gender.
"Seorang anak laki-laki yang melakukan aktivitas merajut/menyulam tidak kemudian menjadi anak perempuan, tidak ada yang salah dengan anak laki-laki merajut atau menyulam," ujar Nael saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (1/7/2020).
Baca Juga: Viral Video Acara Dangdutan di Wisma Atlet, Koordinator Dokter RSD Wisma Atlet Beri Klarifikasi
Menurutnya, apabila orangtua terlalu membatasi keahlian anak, maka dapat berdampak pada relasi anak dan orangtua.
"Anak kecewa, semakin membuat jarak dengan orangtua karena merasa tidak didukung, tidak dicintai," ujar Nael.
Ia menambahkan, dengan perlakuan seperti itu, anak dapat berpikir kalau dirinya tidak diinginkan atau diharapkan oleh orangtuanya hanya karena area/dominan kecil dalam dirinya yakni kegiatan yang dianggap tidak pas dengan jenis kelaminnya tersebut.
Padahal dalam aspek lain, anak tersebut merupakan anak yang baik-baik saja.
Sementara itu, Nael menjelaskan, ada sejumlah faktor yang membuat orangtua melakukan pembatasan keahlian kepada anak.
Seperti sosialisasi tentang gender yang orangtua dapatkan sepanjang hidupnya dari orangtua mereka, keluarga besar, lingkungan pergaulan, dan lainnya.
Ia menganggap, tindakan seperti itu membuat batasan antara menjadi laki-laki atau perempuan yang dinilai oke dan keren.
"Gender itu kan konstruksi sosial," ujar Nael.
Terkait tindakan pembuangan benda-benda yang disukai anak, Nael mengatakan, seharusnya orangtua dapat melihat keahlian pribadi anaknya.
"Bahwa dibalik merajut/menyulan anak belajar memiliki beberapa kemampuan dan life-skills yang relevan dalam hidupnya yakni ketekunan, ketelitian, dan kesabaran," lanjut dia.
Menurutnya, sikap orangtua yang sebaiknya ditunjukkan jika anak memiliki suatu keahlian yakni menanamkan pemahaman bahwa anak membutuhkan penerimaan tanpa syarat dari orangtua untuk perkembangan dirinya yang optimal.
Kemudian, orangtua sebaiknya mendampingi anak, agar anak menggali apa yang mereka sukai dari kegiatan tersebut.
"Hindari menyalahkan/menghakimi pada anak, tindakan eksplorasi minat melalui berbagai macam kegiatan bisa dilakukan," ujar Nael.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Unggahan tentang Anak Laki-laki Tidak Diperbolehkan Merajut, Ini Tanggapan Psikolog"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR