Kendati begitu, squalene sintetis perusahaan ini belum disetujui untuk digunakan dalam vaksin.
Tapi, Kepala Eksekutif Amyris, John Melo, menyampaikan bahwa pihaknya tengah berdiskusi dengan regulator di AS dalam kemungkinan menggunakan squalene produksinya sebagai bahan pembantu alternatif dalam vaksin yang saat ini diformulasikan dengan menggunakan squalene berbasis hiu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 40 calon vaksin Covid-19 dalam evaluasi klinis dan 142 vaksin dalam evaluasi praklinis.
Shark Allies menambahkan, dari keseluruhan vaksin tersebut, sebanyak 17 kandidat vaksin Covid-19 menggunakan adjuvan dan lima di antaranya merupakan adjuvan berbasis squalene hiu.
Sementara itu, keprihatinan atas daerah tempat hiu dibantai juga telah disuarakan, di mana seringkali datang dari negara-negara yang pengaturannya buruk dalam hal produksi perikanan dan minyak ikan.
Squalene sering kali bersumber dari operasi penangkapan ikan swasta kecil di Samudra Pasifik dari negara-negara seperti Indonesia dan Filipina, kemudian diproses di China.
Kelompok ini memperingatkan, peningkatan permintaan dapat menambah tekanan pada populasi hiu di negara-negara tersebut, juga di Eropa dan AS, sekaligus meningkatkan kekhawatiran atas hiu gulper, jenis hiu yang kaya akan squalene, yang sudah rentan.
Menurut perkiraan para konservasionis, sekitar tiga juta hiu dibunuh setiap tahun untuk squalene, yang juga digunakan dalam kosmetik dan oli mesin.
Jumlah ini dibutuhkan untuk mengekstrak satu ton squalene.
Melansir news.sky, untuk menghindari ancaman populasi hiu, para ilmuwan sedang menguji alternatif squalene - versi sintetis yang terbuat dari tebu yang difermentasi.
Ada kekhawatiran bahwa peningkatan permintaan minyak hati hiu, dapat mengancam populasi dan melihat lebih banyak spesies terancam punah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setengah Juta Hiu Mungkin Dibunuh dalam Pengembangan Vaksin Covid-19"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR