Nakita.id - Keterlambatan bicara pada anak dipicu oleh beberapa penyebab, yang bisa dibedakan sebagai faktor bawaan (nature), pola asuh (nurture), atau kombinasi keduanya. Sebelum membenahi keterlambatan bicara si kecil, benahi dulu diri kita sendiri. Mengapa? Orangtua adalah lingkungan terdekat anak, sehingga pengaruh kita terhadapnya sangatlah besar.
Lalu bagaimana pembenahan yang sebaiknya kita lakukan? Tidak ada cara yang instan, tetapi ada langkah-langkah untuk membantu kemampuan bicara anak:
Baca: Pola Asuh yang Bikin Anak Terlambat Bicara
1. Cek apakah kita sudah berempati
Kira-kira apa yang dirasakan anak ketika ia ingin mengungkapkan sesuatu dengan bicara, tetapi tidak bisa? Kalau kita sudah bisa merasakan kekecewaan, kekesalan, dan frustrasinya berarti kita sudah bisa berempati. Sehari-hari ajaklah anak berkomunikasi tentang apa saja. Namun ingat, jangan nyerocos sendirian lo, ya. Beri anak kesempatan untuk bicara sesuai dengan kemampuannya. Tunggu sampai ia selesai berkata-kata, lalu tanggapi dengan positif (meski kita enggak mengerti 100 persen maksudnya). Dengan begitu anak bisa merasakan empati kita dan mau berusaha bicara ketimbang menangis.
2. Amati dan kenali anak kita
Ketika anak rewel, amati dulu, jangan langsung bertindak impulsif. Cobalah untuk mengingat apa yang dilakukan anak sebelumnya. Misalnya, jam berapa anak terakhir mengisi perutnya. Dengan pengamatan, orangtua bisa menyimpulkan penyebab yang lebih tepat. Selanjutnya, bantu kemampuan bicara anak sesuai kebutuhan.
Baca: Ini Akibat Jika Anak Terlambat Bicara
3. Kenalkan beragam emosi
Pengenalan beragam emosi sudah bisa dilakukan sejak anak masih bayi, tetapi di usia batita pengenalan ini harus semakin intens dilakukan. Gunanya, agar anak bisa menamai perasaannya, apakah kecewa, sedih, kesal, marah, sakit, senang, bahagia, malu, atau apa sehingga ia bisa diajarkan bagaimana menyatakan emosinya dengan tepat. Emosi bukan hal negatif selama bisa dikelola dengan pas. Caranya, ketika anak emosional, bantu ia menamai emosi dan mengenali situasinya, “Oh, kamu kesal ya karena Mama tidak mendengarkan omonganmu? Maafkan Mama ya.” Atau, ketika ia menangis karena kuenya jatuh, bantu ia dengan mengatakan, “Anak Mama sedang sedih ya, karena kuenya jatuh.”
Jika memang perasaan anak pantas ditumpahkan lewat tangisan, biarkan saja untuk sementara waktu. Wajar, kok. Di lain kesempatan ketika ia sedang kesal, cobalah mengajaknya untuk menarik napas dalam-dalam. Lalu, alihkan perhatiannya ke hal lain yang ia sukai.
Baca: Kapan Anak Didiagnosa Terlambat Bicara?
4. Tunjukkan gambar
Dalam menghadapi anak, simpan dulu emosi negatif di laci. Apabila kita sudah mencapai ambang batas sabar, cuci mukalah atau minum segelas air dulu untuk menenangkan diri. Apabila kita kesulitan memahami apa yang ia ucapkan, minta anak menunjuk foto/gambar/barang untuk menjelaskan sesuatu. Kalau perlu kita peragakan gambaran dari keinginan anak agar ia puas. Cara ini bisa membantu agar anak cepat bicara.
5. Kalau perlu konsultasikan pada ahli
Jika memang anak terlihat memiliki hambatan, pastikan hal ini pada psikolog perkembangan anak atau dokter spesialis anak. Mereka yang akan menentukan apakah anak perlu menjalani terapi wicara dengan terapis khusus. Selebihnya, peran orangtua terhadap kemampuan bicara anak tetaplah yang paling besar. Ingat, ketika anak merasa aman dan percaya pada lingkungannya, maka akan tumbuh rasa percaya dirinya. Hal ini tentu sangat membantunya dalam menjalani latihan dan mengatasi kesulitan. Konsultasikan dengan terapis anak, agar apa yang diberikan di sesi terapi tidak bertabrakan dengan cara kita melatihnya berkomunikasi di rumah.
Baca: Kenali Jenis Gangguan Bicara Anak
Intinya saat membantu kemampuan bicara anak, selalu ucapkan kalimat dengan jelas dan tidak terburu-buru, sehingga anak dapat membaca gerak bibir kita. Sertai dengan bahasa tubuh, bahasa gambar atau bahkan bahasa isyarat. Dengan begitu, anak tetap bisa menyampaikan apa yang diinginkan dengan dibantu gerakan tangan jika bicaranya belum lancar.
Narasumber: Ratih Pramanik, Psikolog keluarga dan konselor di Personal Growth Counseling and Development Center, Jakarta
Penulis | : | Utami Sri Rahayu |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR