Nakita.id - Semakin kesini zaman akan semakin berkembang.
Tidak hanya dalam segi teknologi, kehidupan sosial juga ikut terpengaruh dengan zaman yang semakin maju ini.
Sehingga tidak heran jika kita melihat banyak anak kecil yang sudah memahami kehidupan orang dewasa di luar sana.
Bagi masyarakat Indonesia, usia 17 tahun dianggap sudah memasuki tahap usia dewasa.
Namun ternyata, ilmuwan telah menemukan fakta adanya perubahan sosial yang mulai menggeser definisi 'usia dewasa' ini.
BACA JUGA: Memiliki Kondisi Fisik Berbeda, Anak Perempuan Ini Tidak Bisa Tumbuh Dewasa
Meski dewasa tidak dapat dilihat dari segi usianya, tapi sebuah riset yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Child & Adolescent Health menyatakan bahwa banyaknya anak muda yang memutuskan untuk mengeyam pendidikan tinggi hingga menunda pernikahan atau keinginan memiliki anak inilah yang menjadi faktornya.
Fenomena tersebut membuat kita harus mendefinisikan ulang persepsi umum kapan dimulainya usia dewasa.
Perubahan sosial dan biologis telah memperpanjang usia remaja dari 10 hingga 19 tahun, menjadi 10 hingga 24 tahun.
Inilah yang menyebabkan perdebatan mengenai apakah kebijakan baru akan menguntungkan atau hanya membuat para orangtua "mengasuh bayi" berusia remaja.
Berdasarkan laporan BBC, usia pubertas biasanya terjadi pada usia 14 tahun.
Namun, karena faktor peningkatan kesehatan dan gizi yang terjadi di sebagian besar negara berkembang, usia pubertas menurun pada usia 10 tahun.
BACA JUGA: Orang Dewasa pun Perlu Lakukan Imunisasi Rutin, Catat Jadwalnya!
Ini yang mengakibatkan usia rata-rata menstruasi pertama seorang gadis menjadi lebih muda 4 tahun di negara-negara industri seperti Inggris dalam 150 tahun terakhir.
Walau puber lebih cepat, namun banyak orang justru menikah di usia lebih tua sehingga "terlambat" memiliki anak.
Berdasarkan laporan dari Kantor Statistik Nasional Inggris, pada tahun 2013, usia rata-rata seseorang pria untuk memasuki pernikahan pertama mereka adalah 32 tahun dan 30 tahun untuk perempuan Inggris.
Fenomena ini meningkat hampir 8 tahun sejak 1973.
Nah, bila usia remaja dihitung dari masa pubertas hingga menikah, maka masa remaja makin panjang.
Laporan dalam riset tersebut juga menegaskan argumen biologis lainnya mengapa definisi masa remaja harus diperluas.
Menurut para ilmuwan, ini mencakup kenyataan bahwa tubuh terus berkembang, misalnya otak semakin matang saat melewati usia 20 dan bekerja lebih efisien.
BACA JUGA: Anak yang Biasa 'Bantu-bantu' di Rumah Lebih Sukses Saat Dewasa
Profesor Susan Sawyer, direktur pusat kesehatan remaja di Royal Children's Hospital di Melbourne, menyebut hal ini sebagai "ketergantungan semi-dinamis".
"Meskipun ketentuan hukum untuk orang dewasa berlaku pada usia 18 tahun, orang mampu berperan dan memiliki tanggung jawab layaknya orang dewasa saat melewati usia tersebut," ucapnya.
Sawyer mengatakan bahwa definisi masa remaja saat ini "terlalu terbatas."
Menurutnya, perubahan sosial ini perlu menginformasikan kebijakan, termasuk memperluas layanan dukungan pemuda sampai usia 25 tahun.
Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, mayoritas warga Indonesia, baik lelaki dan perempuan, menikah pada usia 25 hingga 44 tahun.
Uniknya, hasil survei BPS tersebut menyatakan bahwa prosentase pria Indonesia yang menikah pada usia 25 hingga 44 tahun mencapai 96,06%.
Prosentase tersebut lebih tinggi daripada perempuan yang hanya mencapai 31,92 %.
Namun, riset 2015 dari BPS tersebut juga mengatakan bahwa sebesar 21,31 persen lelaki Indonesia yang berusia di atas 10 tahun tidak memiliki ijazah pendidikan.
Sementara itu, perempuan menduduki prosentase lebih tinggi yang mencapai 26,24%.
Itu lah sebabnya mengapa sekarang ini usia remaja menjadi lebih panjang. (*)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Masa Remaja Jaman Now Dimulai Usia 10 Tahun Hingga 24 Tahun"
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR