Nakita.id - Tak bisa dipungkiri hadirnya pandemi Covid-19 berpengaruh besar memukul mundur banyak sektor.
Sejak awal masa pandemi, perubahan besar-besaran terjadi pada pola kerja, konsumsi masyarakat, dan gaya hidup.
Tak sedikit perusahaan mengambil langkah ekstrem dengan memangkas jumlah karyawan dan merampingkan unit usaha demi bisa bertahan di tengah guncangan ketidakstabilan ekonomi akibat pandemi.
Baca Juga: Awalnya Hanya Merasa Masuk Angin, Ahmad Dhani Ungkap Pengalamannya Terpapar Covid-19
Hal ini tentu saja berpengaruh besar pada pasar tenaga kerja baik Tanah Air maupun global.
Analisis terbaru International Labour Organization (ILO) megenai dampak pasar tenaga kerja akibat COVID-19 mendata adanya kerusakan besar dalam jam dan pendapatan kerja.
Kerusakan ini akan terus berlanjut apabila prospek pemulihan pada 2021 berjalan lamban, tidak merata, dan tidak pasti.
Kecuali pemerintah berani mengambil langkah perbaikan awal yang didukung oleh kebijakan pemulihan yang berpusat pada manusia.
Baca Juga: Memilih Kontrasepsi yang Tepat di Saat Pandemi Virus Corona
Perkiraaan tahunan terbaru dalam edisi ketujuh Pemantauan ILO: COVID-19 dan dunia kerja mengonfirmasi dampak besar yang dialami pasar tenaga kerja di tahun 2020.
Sebanyak 8,8 persen jam kerja global hilang setahun lalu. Angka ini setara dengan 255 juta pekerjaan penuh waktu.
Disrupsi yang tidak terduga pada 2020 akibat pandemi COVID-19 ini bahkan diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang hilang saat krisis keuangan global tahun 2009.
Baca Juga: Jangan Sampai Pakai Masker Tapi Efek Perlindungannya Sia-sia, Hal Ini Kerap Disepelekan Banyak Orang
Tingkat kehilangan pekerjaan yang tidak terduga ini berdampak kepada 114 juta orang tenaga kerja.
Secara signifikan, 71 persen dari angka tersebut merupakan orang-orang yang tidak dapat bekerja akibat pandemi atau justru memang berhenti mencari pekerjaan selama pandemi.
Dampak disrupsi pasar tenaga kerja akibat pandemi ini jauh lebih besar mempengaruhi kaum perempuan dibandingkan laki-laki.
Secara global, kehilangan pekerjaan bagi perempuan mencapai 5 persen, sementar laki-laki 3,9 persen.
Secara khusus, perempuan jauh lebih rentan dibandingkan laki-laki untuk keluar dari pasar tenaga kerja dan menjadi tidak aktif.
Kaum perempuan usia muda secara khusus paling terkena dampak, dengan kehilangan pekerjaan, terlempar dari angkatan kerja, atau menunda untuk memasuki dunia kerja.
Kehilangan pekerjaan di antara kaum muda usia 15-24 tahun berada di angka 8,7 persen, dibandingkan 3,7 persen pada orang dewasa.
Laporan Pemantauan ILO: COVID-19 dan Dunia Kerja menegaskan, ini merupakan risiko yang terlalu ril dari hilangnya sebuah generasi.
Laporan ILO juga menunjukkan sektor yang terkena dampak terburuk adalah jasa akomodasi dan makanan, di mana terjadi rata-rata penurunan pekerjaan lebih dari 20 persen, diikuti retail dan manufaktur.
Sementara ketenagakerjaan di bidang informasi dan komunikasi serta keuangan dan asuransi meningkat di kuartal kedua dan ketiga tahun 2020.
Peningkatan marjinal juga terlihat dalam pertambangan, penggalian dan utilitas.
Sementara masih terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi, proyeksi terakhir untuk tahun 2021 memperlihatkan banyak negara masih mengalami pemulihan yang relatif kuat pada pertengahan kedua tahun ini mengingat program vaksinasi mulai berjalan.
Pemantauan ILO: COVID-19 dan Dunia Kerja memaparkan tiga skenario untuk pemulihan: berdasarkan data dasar, pesimis dan optimis.
Skenario berdasarkan data dasar dihitung berdasarkan perkiraan Dana Moneter Internasional pada Oktober 2020 dengan memproyeksikan kehilangan jam kerja secara global sebesar 3 persen pada 2021, yang setara dengan 90 juta pekerjaan penuh waktu.
Skenario pesimis, mengamsusikan kemajuan yang lamban dalam vaksinasi khususnya, akan melihat penurunan jam kerja sebesar 4,6 persen.
Sementara skenario optimis memproyeksikan penurunan 1,3 persen. Ini akan tergantung pada pengontrolan pandemi dan kenaikan kepercayaan konsumen serta bisnis.
Dalam semua skenario ini, Amerika, Eropa dan Asia Tengah, akan mengalami kehilangan jam kerja sekitar dua kali lebih besar dibandingkan kawasan lainnya.
Pemantauan ini meliputi serangkaian rekomendasi kebijakan untuk pemulihan:
• Kebijakan makroekonomi tetap akomodatif pada 2021 dan seterusnya, termasuk stimulus fiskal di mana memungkinkan dan perangkat untuk mendukung pendapatan dan mempromosikan investasi.
• Langkah tersasar untuk menjangkau perempuan, kaum muda dan pekerja dengan keterampilan dan upah rendah serta kelompok lainnya yang paling terkena dampak.
• Dukungan internasional bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah – di mana memiliki sumber-sumber keuangan yang lebih terbatas untuk melaksanakan vaksin dan mempromosikan pemulihan ekonomi dan ketenagakerjaan.
• Menfokuskan dukungan terhadap sektor-sektor yang paling terkena dampak seraya menciptakan pekerjaan untuk sektor yang berkembang cepat.
• Dialog sosial untuk menerapkan strategi pemulihan yang penting untuk menciptakan perekonomian yang lebih inklusif, adil dan berkelanjutan.
“Tanda-tanda pemulihan yang kita lihat membesarkan harapan, namun tanda-tanda tersebut masih rapuh dengan ketidakpastian yang tinggi, dan kita harus ingat bahwa tidak ada satu negara atau kelompok yang dapat pulih sendiri,” kata Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder.
“Kita berada di jalan bercabang. Satu jalur mengarah kepada pemulihan yang tidak merata dan tidak berkelanjutan yang mengarah pada peningkatan ketimpangan dan ketidakstabilan, serta prospek terjadinya krisis lanjutan.
Jalur lainnya terfokus pada pemulihan yang terpusat pada manusia untuk membangun secara lebih baik, mengutamakan ketenagakerjaan, pendapatan dan perlindungan sosial, perlindungan hak pekerja dan dialog sosial.
Jika kita menginginkan pemulihan yang bertahan, berkelanjutan dan inklusif, jalur ini lah yang harus menjadi komitmen para pembuat kebijakan," pungkasnya.
4 Rekomendasi Susu Penggemuk Badan Anak yang Bisa Bikin Si Kecil Lebih Gemuk dan Sehat
Source | : | Siaran Pers |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR