Akhirnya pemerintah membuat peraturan mengenai pidana hukum untuk anak.
BACA JUGA: Dokter Ini Lakukan Kekerasan dan Pelecehaan Seksual Pada 140 Perempuan. Korbannya di Bawah Umur!
Pada Tahun 2012 pemerintah RI telah melakukan perubahan atas Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (PA) dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Perbandingannya, Undang-undang No.11 Tahun 2012 (SPPA) lebih komprehensip dalam menempatkan posisi anak dalam hukum.
SPPA ini berlaku untuk anak dibawah 18 tahun.
Sedangkan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 (PA) hanya melindungi anak sebagai korban dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku terkadang diposisikan sama dengan pelaku orang dewasa.
Bagaimana dalam praktiknya hingga saat ini?
“Implementasinya signifikan, artinya SPPA lebih baik daripada PA, mindset Undang-undang sebelumnya mengedepankan politik, pembalasan, keadilan restitutif, retributif, setelah SPPA diganti menjadi keadilan restoratif yaitu mengembalikan anak pada keadaan semula bukan malah pembalasan.
BACA JUGA: Dokter Ini Lakukan Kekerasan dan Pelecehaan Seksual Pada 140 Perempuan. Korbannya di Bawah Umur!
Meskipun pelaku mereka itu anak, tetap dikatakan korban, harus memikirkan kepentingan terbaik bagi anak,” Ali Hasan, SH.Msi. Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI.
Perlu diketahui bahwa hak anak dalam suatu proses peradilan pidana itu salah satunya adalah tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat sebagaimana disebut dalam Pasal 3 huruf g UU SPPA.
Jadi, sudah merupakan hak setiap anak yang berada dalam suatu proses peradilan pidana untuk tidak ditahan kecuali penahanan itu merupakan upaya terakhir.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR