Sedangkan pasal 32 ayat (2) UU SPPA memberikan syarat penangkapan terhadap anak sebagai berikut:
Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
- anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;
- diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih”
Meskipun diakui adanya perubahan pola pikir, pelaksanaannya sendiri belum dapat dikatakan sempurna karena masih adanya ketimpangan antara peraturan dalam Undang-undang dan pelaksanaannya.
BACA JUGA: Yang Perlu Dilakukan Suami Selama Proses Persalinan Agar Lancar
"Ketika ditindak lanjuti seakan-akan semua kesalahan dibebankan padanya, kita harus paham terkadang orang yang melakukan kejahatan bukan berarti mereka jahat, kadang mereka tersesat perlu dibimbing terutama anak-anak," Erasmus.
Menurut Ali Auliya Ramly, selaku Children Protection Specialist, UNICEF Indonesia, Undang-undang sebaiknya tidak hanya berproses saat anak menjadi tersangkan terpidana, melainkan sebelum itu terjadi.
“UUD SPPA harusnya tidak dilihat sebagai undang-undang saja, standar internasional menekankan juga untuk mencegah anak berkonflik pada hukum artinya mencegah anak melakukan tindak pidana, sedangkan dalam UUD ketika anak sudah berkonflik dengan hukum.
Menurut standar internasional harus dicegah tindakannya, bukan hanya saat dibawa ke polisi tapi jangan sampai melakukan tindak pidana diversi.
Namun nyatanya hanya disepakati saja, si anak dikirim ke panti sosial tidak dipenjarakan, tapi di standar internasional ini ada pembatasan kemerdekaan yang harusnya hanya diputus oleh hakim,” kata Ali Auliya.
BACA JUGA: Bikin Geram! Ayah Tega Hukum Anak Dengan Memaksanya Mengemis di Jalan
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR