Nakita.id – Inilah risiko yang mengintai bila orangtua membuatkan anak media sosial.
Beberapa tahun terakhir, membuatkan anak media sosial sejak masih kecil tampaknya telah menjadi sebuah tren kekinian.
Mulai dari selebriti, figur publik, hingga kalangan biasa pun berlomba-lomba membuatkan anak mereka media sosial.
Salah satu yang melakukannya adalah pasangan artis, Zaskia Sungkar dan Irwansyah.
Di hari kelahiran anak pertama mereka, Ukkasya Muhammad Syahki, keduanya langsung gerak cepat membuat media sosial.
Keputusan Zaskia dan Irwansyah untuk membuatkan anaknya media sosial memang tidak bisa disalahkan maupun dibenarkan.
Pasalnya, tidak dapat dipungkiri, membuatkan anak media sosial sedari dini tentu memiliki risiko tersendiri.
Ironisnya, bukan cuma mengalami cyberbullying, hal tersebut juga bisa menimbulkan sederet risiko lainnya, lo.
Wah, kira-kira apa ya?
Untuk menjawab hal tersebut, Nakita.id pun mewawancarai secara eksklusif Devi Sani Rezki, M.Psi, Psi, Psikolog Anak dan Remaja dari Klinik Rainbow Castle dan RS Yarsi.
Devi mengatakan, risiko pertama yang bisa timbul dari kondisi tersebut adalah memunculkan pemahaman yang salah pada anak tentang dirinya sendiri.
“Anak nantinya bisa membangun pemahaman bahwa rasa berharga akan dirinya semata-mata hanya ditentukan oleh berapa banyak likes, berapa banyak follower, komentar positif orang, dan lain-lain,” ungkap Devi.
Bila Moms dan Dads mulai melihat tanda-tanda ini pada Si Kecil, sebaiknya jangan tinggal diam.
Sebab, menurut Devi, kondisi tersebut bisa membuat anak mengukur dirinya sendiri berdasarkan komentar orang lain.
“Hal ini sangat berbahaya. Pandangan anak akan dirinya menjadi buram, karena didasarkan pada pandangan orang lain yang lebih besar, bukan didasarkan pada orang yang benar-benar mencintainya tulus,” jelas Devi saat dihubungi via telepon oleh Nakita.id, Jumat (9/4/2021).
Tak hanya itu, risiko lain yang bisa muncul adalah membuat anak tergiur dengan hal-hal materiil yang sifatnya sementara.
“Kedua, anak akan semakin mendasarkan kebahagiannya pada barang-barang yang sifatnya materiil. Misalnya, seberapa sering liburan, seberapa banyak mobil, seberapa banyak mainan,” ujar psikolog yang telah tersertifikasi ‘Certified Parent-Child Interaction Therapist’ ini.
“Anak jadi terbangkitkan keingan-keinganannya akan kepemilikikan materi yang sebenarnya hanya sementara saja. Karena lebih sering yang ditampilkan dan banyak likes pada media sosial adalah hal-hal materiil,” pungkasnya dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Nakita_ID |
KOMENTAR