Nakita.id – Moms pasti pernah mendengar desas desus kasus kontroversial vaksin yang diduga berasal dari janin yang sengaja di aborsi.
Memang informasi tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak sepenuhnya benar.
Hal ini disampaikan oleh Arifianto, dokter spesialis anak yang juga penulis dari buku Pro dan Kontra Imunisasi.
Pada tahun 1960-an, Arianfo menjelaskan, bahwa memang ada dua aborsi atau penguguran kandungan di Swedia yang kemudian digunakan sebagai bahan penggunaan vaksin.
Namun aborsi tersebut tidak dilakukan dengan sengaja seperti kabar yang sering beredar. Melainkan karena keputusan sang ibu untuk menghentikan kehamilannya yang telah didiagnosis terkena Congenital Rubella Syndrome (CRS).
“Saat itu di negara tersebut (Swedia), seorang ibu hamil yang terkena rubella dan dikhawatirkan bahwa bayinya akan mengalami kecacatan bawaan, mempunyai hak untuk menggugurkan kandungannya,” ujar Arifianto yang ditemui pada acara Media Gathering Bio Farma, Kamis (8/2) lalu.
Seperti yang diketahui, CRS dapat menyebabkan banyak gangguan kesehatan.
Misalnya gangguan pendengaran atau tuli, penyakit jantung bawaan, gangguan keterbelakangan mental, infeksi paru pneumonia, radang otak, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Awas! Kebiasaan di Pagi Hari ini Tingkatkan Risiko Serangan Jantung
Atas sepengetahuan dan persetujuan orangtua pemilik janin, hasil aborsi tersebut dikirim dan digunakan sebagai bahan penelitian dan penggunaan vaksin.
“Ada ahli peneliti vaksin yang menggunakan dua bagian dari bayi aborsi tersebut, yang telah dipilihnya untuk digunakan sebagai bahan penggunaan vaksin Rubella pada saat itu,” kata Arifianto.
Meski membenarkan kabar mengenai penggunaan janin hasil aborsi sebagai bahan pembuatan vaksin, tetapi Arifianto dengan tegas memastikan bahwa kasus tersebut tidak pernah lagi dilakukan setelah itu.
“Itu hanya didilakukan pada saat itu saja, dan hanya pada dua janin yang diaborsi itu saja. Hingga saat ini tidak ada lagi penggunaan janin yang diaborsi untuk vaksin,” tegas Arifianto.
Arifianto menjelaskan bahwa sel-sel yang didapatkan dari dua janin hasil aborsi tersebut saat ini telah mengalami turunan dan pengembangbiakan.
Dengan begitu, tidak ada lagi penelitian yang menggunakan janin hasil aborsi sebagai bahan pembuatan vaksin.
BACA JUGA: Tak Boleh Sembarangan! Ini Waktu yang Tepat Pemberian Keju Untuk Anak
Arifianto juga menjelaskan, sel-sel manusia kadang mendukung pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan sel-sel yang didapatkan dari tubuh hewan, seperti ginjal kera atau embrio ayam.
Sebab sel-sel manusia bersifat “abadi” karena dapat ditumbuhkan dan dikembangbiakan berkali-kali sebelum akhirnya mati.
“Kenapa butuh media pembuatan vaksin yang bersumber dari sel-sel manusia pada saat itu? Karena seperti yang kita ketahui bahwa virus bukanlah benda hidup atau makhluk hidup. Jadi virus butuh media untuk bertumbuh agar dapat digunakan sebagai vaksin,” jelas anggota dari Satuan Petugas Kejadian Luar Biasa Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas KLB IDAI) ini.
Arifianto menghimbau masyarakat agar tidak khawatir dan ragu lagi dengan kandungan vaksin yang ada saat ini.
Ia memastikan tidak ada lagi penggunaan hasil aborsi sebagai bahan pembuatan vaksin.
“Alur produksi vaksin sudah melalui sejumlah pengontrolan yang bertingkat. Selain itu, teknologi saat ini tentunya sudah lebih baik daripada teknologi 1960-an. Jadi kita tenang saja,” pungkasnya.
BACA JUGA: Buka 24 Jam, KIinik Dokter Hana Berikan Pengobatan Gratis Pada Pasien
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR