Nakita.id - Belakangan ini tengah heboh diperbincangkan perihal seorang artis berusia 15 tahun berperan menjadi istri ketiga.
Pasalnya dalam adegan tersebut sang artis tak hanya berperan sebagai istri, tetapi pemeran Zahra tersebut juga beradegan mesra dengan pemeran pria sekaligus bercerita bahwa tengah hamil.
Tentu saja hal ini menarik perhatian publik, termasuk rekan yang bekerja di industri perfilman juga.
Ernest Prakasa dan Zaskia Adya Mecca menjadi rekan industri perfilman yang menyuarakan keresahan tersebut.
Tahu tidak Moms bahwa peran tersebut bisa membawa anak menjadi lebih cepat dewasa.
Dan ternyata dari sisi psikologis anak, akan ada dampak yang dialami oleh anak ketika terlalu cepat dewasa.
Seorang psikolog anak dan remaja Gisella Tani Pratiwi, M.Psi, Psikolog dalam wawancaranya bersama Nakita.id menyebutkan bahwa perkembangan otak anak usia remaja belum sepenuhnya terbentuk.
Psikolog yang akrab dipanggil Ella tersebut menyebutkan bahwa perkembangan otak anak usia remaja dalam segi berpikir secara logika dan jangka panjang belum sepenuhnya matang.
"Karena masa remaja yang sudah matang itu lebih kepada otak emosinya. Jadi otak berpikir logis berpikir panjangnya itu belum sepenuhnya berkembang utuh," jelas Ella.
"Sehingga dibutuhkan stimulasi dibutuhkan kesempatan yang lebih panjang untuk menunggu dia benar-benar matang dan siap tugas-tugas masa dewasa," lanjutnya.
Dan ketika anak usia remaja sudah mengalami kedewasaan yang terlalu cepat, mereka akan mengalami kebingungan.
"Padahal masa remaja itu sendiri tanpa adanya tuntutan-tuntutan yang di luar batasan perkembangan dia ini udah challenging apalagi ditambah dengan tuntutan-tuntutan melebihi usia perkembangannya," jelasnya.
Kemudian dalam hal perkawinan usia anak yang dialami seperti yang ditayangkan dalam sinetron, akan membuat anak melompati proses-proses yang seharusnya dilalui terlebih dahulu dalam usianya.
"Bisa dibilang ada masa atau ada proses yang dilompati sehingga kemudian berpengaruh terhadap cara dia mengelola dirinya, kesehatan mentalnya dia, cara dia mengelola hubungan relasi dengan lingkungan," katanya.
"Terutama tentang persepsinya tentang relasi pasangan relasi romantis, kemudian juga relasi dia terhadap dinamika dalam keluarga dan segala macam hal," papar Ella.
Ella menyebutkan bahwa sangat memungkinkan proses pengembangan diri anak usia remaja jadi terhambat ketika tidak ada kesempatan yang penuh dalam perkembangannya.
Perlu diketahui juga bahwa anak usia remaja merupakan waktu mereka untuk mengekplorasi diri mereka.
Ketika dihadapkan dengan kenyataan dengan momen yang memaksa ia menjadi lebih dewasa, akan membuat kondisi mental dalam jangka panjangnya terganggu.
Apalagi perkawinan anak yang akan membuat anak mengalami banyak kerugian seperti putus sekolah, mendapatkan KDRT, dampak merusak pada fungsi reproduksi, kecenderungan gangguan kesehatan mental, dan terputusnya aspirasi untuk pengembangan potensi diri.
Melihat banyaknya dampak buruk tersebut, Ella merasa perlu peran banyak pihak untuk mencegah perkawinan usia anak.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR