Nakita.id - Peran seorang artis tanah air berusia 15 tahun sempat ramai diperbincangkan.
Pasalnya di usianya yang baru 15 tahun, artis tersebut sudah memerankan sebagai istri ketiga.
Tak hanya itu, ia juga memerankan bahwa sedang hamil sekaligus beradegan mesra dengan pria dewasa yang menjadi lawan mainnya.
Dengan begitu Lea Ciarachel yang merupakan artis 15 tahun tersebut sudah terpapar kondisi yang seharusnya dialami oleh orang dewasa.
Melihat kondisi tersebut, seorang psikolog anak dan remaja yaitu Gisella Tani Pratiwi, M. Psi., Psikolog menjelaskan bahwa ada langkah yang harus diambil.
Psikolog yang akrab dipanggil Ella tersebut menyebutkan bahwa orangtua ataupun pihak manajemennya perlu meluruskan visi memilih artis usia 15 tahun untuk memerankan adegan dewasa.
Ella menyebutkan sebenarnya tidak apa-apa ketika ada artis usia belia yang main dalam sinetron dengan kategori dewasa.
Hanya saja artis tersebut perlu berperan dan beradegan yang sesuai dengan usianya serta meminimalisir kemungkinan dampak negatif baginya.
Ketika peristiwa seperti ini sudah terlanjur terjadi, Ella menyebutkan bahwa orangtua dan pihak terkait perlu melakukan refleksi kembali mengenai visi pembuatan film dan memperkaya diri mengenai terkait informasi mengenai hak anak serta perkembangannya.
Dalam hal ini sang artis yang sudah terlanjur terpapar kondisi dewasa sebelum usianya, Ella meminta adanya refleksi kebijakan.
"Terkait kebijakan-kebijakan dalam perfilman apa yang ramah buat anak apa yang tidak itu harus dimatangkan," katanya.
"Agar tidak terulang perlu ada pembelajaran dan kebijakan perlindungan anak serta perspektif kesetaraan gender yang gak cuman berhenti dalam satu film atau satu adegan saja," ungkap Ella.
Sejalan dengan itikad KPI yang meminta pemeran Zahra dihentikan, Ella juga meminta bahwa proses tersebut dihentikan terlebih dahulu.
"Orangtua serta agensi terkait perlu menyiapkan langkah lanjutan yang ramah anak. Bagi si artis perlu diajak diskusi dan sharing mengenai paparan isu yang ia tangkap untuk membantunya memiliki pemahaman tepat dan menimalisir dampak destruktif," ungkap Ella.
Tetapi langkahnya tidak berhenti di situ.
"Sebenarnya masih banyak hal-hal yang perlu dikoreksi perlu dibuat solusi yang lebih komprehensif untuk lebih memberikan edukasi kepada masyarakat dan perfilman atau pesinetronan Indonesia mengenai kesetaraan gender dan film-film atau tontonan yang berpihak pada perspektif perempuan dan anak," ungkap Ella.
Tak hanya untuk sang artis, di lain kesempatan seorang psikolog Dya Adis Putri Rahmadanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog menjelaskan langkah yang orangtua perlu ambil ketika anak terlanjur dewasa sebelum usianya.
Adis menyebutkan penting untuk orangtua membatasi pergaulan anak ketika sudah terlanjur dewasa sebelum usianya.
Pasalnya dikhawatirkan anak bergaul dengan orang yang lebih dewasa dibanding dirinya sehingga ia juga ikut menjadi lebih dewasa dibandingkan usianya.
"Paling utama kita sebagai orangtua bikin anak senyaman mungkin sama kita karena ketika anak sudah nyaman sama kita terus anak itu bisa ceirta sama kita dia itu pasti lebih bisa mendengarkan apa yang kita bilang," jelas Adis
Adis juga meminta orangtua menjadi lebih kontrol anak dan memberikan penjelasan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak di usianya.
Tak hanya menjelaskan, tetapi penting juga bagi Moms untuk memberikan contoh dan dampak buruk dari perilaku dewasa yang ia terlanjur lakukan atau alami.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR