Nakita.id - Anak-anak memiliki 3 kebutuhan dasar, yang bila tidak terpenuhi dapat berdampak pada perkembangan selanjutnya.
Apasajakah kebutuhan dasar tersebut?
Kebutuhan akan otonomi
Anak memiliki keinginan untuk menentukan pilihan-pilihan sendiri.
Umumnya ini sudah terlihat pada perilakunya sehari-hari dan sudah nampak pada anak-anak usia setahun.
BACA JUGA: Inilah Fakta-Fakta dari Policresulen yang Terdapat Pada Albothyl
Misalnya, ingin memilih baju sendiri, ingin makan sendiri walau sebenarnya belum mampu melakukan sendiri.
Kebutuhan akan perasaan kompeten
Anak memiliki kebutuhan untuk merasa bahwa dirinya mampu melakukan berbagai hal dan dapat berfungsi secara efektif dalam lingkungannya.
Bila orang tua tidak mendukung, bisa-bisa si anak menjadi kurang percaya diri dan merasa tidak dihargai.
Sehingga kelak motivasi intrinsiknya jadi terpengaruh.
Misalnya, mau membantu ibu mengepel. Tapi, karena masih kecil maka airnya malah membasahi lantai dan licin. Orang tua yang tidak bijaksana akan memarahi si anak.
Bila tindakan-tindakan seperti ini sering dilakukan oleh orang tua, maka sikap tersebut mampu mengikis rasa percaya diri anak.
Akibatnya, si anak merasa kurang dihargai. Yang akhirnya dapat berbuntut menjadi malas berinisiatif karena merasa dirinya tidak berkompeten melakukan. "Toh, aku selalu salah."
BACA JUGA: Di Negara Ini Dandan di Mobil di Denda! Di Indonesia, Moms Sering Melakukannya
Kebutuhan untuk berhubungan secara sehat dengan orang lain
Kebutuhan untuk menjalin hubungan emosional yang aman dan nyaman dengan orang-orang di sekitarnya.
Antara lain, anak perlu merasa dirinya dihargai dan dicintai tanpa syarat.
Hubungan sehat yang paling pertama dan paling penting adalah dengan orang tua sebagai orang terdekat.
Bila ini tidak terjalin dengan baik lambat laun hubungan emosional dengan orang tua jadi terhambat.
Misalnya, jika orang tua tidak mau mendengarkan pendapat/keinginan anak dan selalu ingin mengatur semua hal dalam kehidupan pribadi si anak. "Sudah kamu enggak usah ikut-ikutan, Mama saja yang mengatur, kamu diam saja."
Akibatnya ide-ide yang semestinya ada dalam benak si anak dan ingin dilontarkan terpaksa harus dipendam.
Anak merasa dirinya tidak didengarkan dan tidak dihargai oleh ibunya sehingga ia sulit untuk merasa aman dan nyaman dalam mengemukakan pikiran dan perasaannya.
BACA JUGA: Kontroversi Albothyl. Keputusan BPOM, Ijin Edar Albothyl Dibekukan!
Lama kelamaan anak berpikiran tak perlu punya inisiatif, toh nanti ada mama atau orang tua yang mengatur segalanya.
Bisa jadi kelak anak beranggapan, wah aku tidak mampu melakukan hal itu.
Sehingga rasa percaya dirinya kurang dan dalam pergaulan sudah cukup puas dengan mengikuti keinginan orang lain atau temannya.
Dengan demikian, potensi anak tidak berkembang secara optimal.
BERIKAN KESEMPATAN
Orang tua hendaknya memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih. Walau tidak pada semua hal yang berhubungan dengan kehidupan anak.
Proses menentukan pilihan ini sebaiknya sudah diajarkan kepada anak sejak masa balita. Mulailah dari hal-hal yang sederhana. Misalnya, menentukan menu sarapan, memilih warna baju yang akan dipakai. Kemudian, penuhi pilihannya. Sehingga anak benar-benar merasa dihargai.
Sebaiknya lakukan itu secara berkesinambungan, tak hanya pada usia balita saja.
BACA JUGA: Seorang Perempuan Rela Masuk Mesin Sinar-X Demi Melindungi Dompetnya
Lanjutkan saat anak berusia 6 sampai 9 tahun. Ini adalah masa yang penting, karena merupakan proses pemantapan.
Terus ajarkan kepada anak untuk memilih dan mengambil keputusan sendiri. Sehingga rasa percaya diri anak dapat tumbuh dengan baik.
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR