Sebidang tanah yang dijual Cicih seluas 91 meter persegi dari luas 332 meter persegi yang menjadi haknya.
Tanah tersebut dijual Cicih kepada seorang bidan yang sebelumnya mengontrak di rumahnya.
BACA JUGA: Nenek Ini Rela Tempuh Perjalanan 24 Km, Demi Cucunya Bisa Bersekolah
Hal tersebut terpaksa dilakukan Cicih lantaran dirinya membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Pasalnya ketika suaminya meninggal, Cicih hanya mengandalkan uang pensiun sebesar Rp 1,2 juta dan uang dari hasil kontrakan untuk kebutuhan hidupnya.
Uang itu pun tak digunakan sendiri, melainkan juga untuk mengurusi keempat cucunya yang tinggal bersamanya, juga merevasi rumah lainnya, dan membayar hutang.
"Awalnya ibu Iis ini ngontrak, tapi karena ibu perlu uang untuk kebutuhan sehari-hari dan kebetulan ibu bidan (Ibu Iis) butuh tempat juga ya sudah akhirnya di-acc, dijual sama ibu ke ibu Iis seharga Rp 250 juta. Rumah yang dijual itu yang di depan ini," katanya.
"Uangnya tidak semua saya makan, tapi buat renovasi rumah buat anak ibu, biar setelah ibu tidak ada nanti mereka punya tempat tinggal. Juga membiayai cucu-cucu saya. Ada empat cucu yang tinggal di sini, yang satu bahkan sampai lulus SMK dan ada juga yang dari bayi. Semuanya saya rawat. Karena kalau mengandalkan uang pensiun tidak akan cukup, pakai listrik saja mungkin sudah habis," jelasnya.
BACA JUGA: Tega! Ibu Ini Seret Anaknya Pakai Sepeda Motor Sampai Terluka Parah
Cicih mengaku sedih atas sikap anak-anaknya yang menggugat ibunya sendiri. Kendati demikian, Cicih tetap menerima gugatan tersebut dengan lapang dada.
"Sedihnya itu mengkhawatirkan sama anak ibu, takutnya ibu kelepasan bicara atau gimana yang menjadi apa-apa kepada anak ibu. Ibu itu menjaga itu saja. Ibu memaafkan, kalau sayang tetap sayang, enggak ada dendam," tuturnya.
Setiap hari Cici malah berdoa kepada Tuhan untuk kesehatan dan kelancaran rezeki anak-anaknya tersebut.
Taro dan AGLXY, Hadirkan Semangat Eksplorasi dan Keberanian Masa Kecil Lewat #ReigniteYourInnerChild
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR