Nakita.id - Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah dijalankan para peserta didik dan tenaga pengajar selama satu tahun lebih.
Pelaksanaan PJJ tentu ada kelebihan dan kekurangannya, baik untuk peserta didik, guru, maupun orangtua murid.
Belum lama ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nadiem Makarim pun menyoroti dampak negatif dari PJJ.
Mulai dari terjadinya loss learning, banyak anak yang putus sekolah, hingga kejadian kekerasan di dalam rumah tangga yang dialami anak.
Pandemi Covid-19 memang membuat para orangtua mengalami berbagai tekanan.
Tak heran apabila banyak orangtua yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik.
Akhirnya, secara tidak sadar, banyak orangtua yang justru melakukan kekerasan secara fisik dan verbal selama mendampingi anak PJJ.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemendikbudristek sudah menerbitkan beberapa kebijakan antara lain:
1. Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan panduan-panduan lain, baik untuk sekolah maupun untuk orangtua yang dapat diakses pada laman Kemendikbudristek.
2. Menerbitkan kurikulum khusus yang berisi pada KD-KD yang esensial saja.
3. Menyiapkan platform digital, antara lain platform rumah belajar yang dapat diakses secara online maupun offline.
4. Menerbitkan SKB 4 Menteri yang mengatur tentang Pembelajaran Tatap Muka (bahkan sudah beberapa kali SKB 4 Menteri telah disesuaikan mengikuti perkembangan kondisi pandemi di daerah).
5. Mendorong diberikannya vaksinasi pada tenaga pendidik maupun kepada siswa 13 tahun ke atas.
6. Menyediakan materi bahan ajar, misalnya melalui penerbitan modul belajar mandiri. Modul belajar ini disiapkan untuk semua jenjang.
Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd, mengatakan, untuk jenjang SD sendiri sudah disiapkan modul khusus untuk peserta didik, tenaga pengajar, dan orangtua.
"Untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sudah ada untuk semua pelajaran. Setiap modul itu diperuntukkan bagi guru tentang bagaimana tenaga pengajar bisa memberikan pendampingan pembelajaran di masa pandemi, juga ada modul untuk murid, dan juga modul untuk orangtua," jelas Dra. Sri.
Akan tetapi, karena banyaknya jumlah sekolah di Indonesia dan sulit dalam mendistribusikannya, maka modul tersebut bisa diakses dalam bentuk tautan (link).
"Namun, karena banyaknya jumlah sekolah di Indonesia. Untuk sekolah dasar saja ada 149 ribu dengan jumlah peserta pendidik 25 jutaan, itu bukan jumlah yang sedikit. Artinya, kalau pusat harus mencetak modul tentu membutuhkan uang yang cukup banyak," ucap Dra. Sri.
"Maka, untuk mengantisipasi hal tersebut, Kemendikbudristek sudah memberikan modul belajar mandiri, khususnya untuk jenjang sekolah dasar berupa link melalui Dinas Pendidikan di Kabupaten atau pun Kota," ungkap Dra. Sri.
Kemendikbudristek pun berharap agar semua masyarakat bisa mengakses modul yang telah disediakan.
"Link tersebut kami harap bisa diakses oleh semua masyarakat, oleh semua sekolah. Sekolah bahkan bisa menggunakan dana BOS untuk mengoperasionalkan belajar mandiri tersebut. Kami berharap melalui pembinaan dan pengelolaan Dinas Pendidikan setempat kegiatan belajar mengajar dapat dimaksimalkan dengan mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada, " jelasnya.
Kemendikbudristek juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak untuk menjaga kualitas pendidikan tetap terjaga.
"Kemendikbudristek tidak bisa serta merta melakukan upaya tanpa dukungan, tanpa dorongan dari pemerintah daerah agar kualitas pendidikan ini tetap terjaga," tutup Dra. Sri.
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR