Nakita.id - Mendengarkan lagu, video, atau sedang dalam telekonferensi memang akan lebih mudah menggunakan headset.
Sebab, dengan menggunakan headset, kita akan lebih fokus dan tak terdistraksi dari suara-suara lainnya yang bisa mengganggu.
Selain itu, orang di sekitar kita tak akan terganggu karena suara dari gadget kita.
Apalagi, di masa pandemi ini memungkinkan kita untuk melakukan pekerjaan via daring.
Misalnya, Moms dan Dads melakukan rapat dengan atasan melalui telekonferensi.
Begitu juga anak yang melakukan pembelajaran jarak jauh.
Namun, ada satu yang barangkali menjadi keprihatinan Moms di rumah.
Dengan anak melakukan pembelajaran jarak jauh, anak akan menggunakan headset terlalu lama.
Baca Juga: Ketahui Penyebab dan Cara Tepat untuk Menyikapi Anak yang Alami Gangguan Pendengaran
Wajar jika Moms khawatir akan kondisi pendengaran anak karena terlalu lama di depan ponsel atau laptop dan menggunakan headset.
Belum lagi, jika anak ingin beristirahat dan ingin bermain game di ponsel atau tablet.
Boleh saja membiarkan anak beraktivitas secara daring menggunakan headset.
Moms juga tetap harus memerhatikan penggunaannya.
Ahli audiologi Sharon Sandridge, PhD mengatakan bahwa hal yang harus diperhatikan oleh orangtua mengenai penggunaan headset pada anak adalah volumenya.
"Terpapar suara yang terlalu keras adalah penyebab satu per tiga kasus kurangnya kemampuan pendengaran," jelas Sandridge, dlilansir dari Cleveland Clinic.
Maka dari itu, Moms perlu andil besar dalam kesehatan pendengaran si Kecil.
Suara yang terlalu keras bisa menyebabkan kurangnya kemampuan pendengaran.
Pada umumnya, orang mendengarkan paling tidak dengan 60 decibel (dB).
Penggunaan headset idealnya adalah delapan jam sehari.
Menurut Sandridge, jangan sampai orang mendengarkan sampai pada 85 dB atau lebih.
Sebab, hal itu bisa mengganggu kesehatan pendengaran bahkan dalam lima menit saja.
Apabila anak mendengarkan menggunakan headset tapi kita yang berada di dekatnya masih bisa mendengarkan suara samar-samar dari headset tersebut, itulah yang perlu diwaspadai.
Hal tersebut menandakan volume terlalu besar, dan kita perlu mengingatkan mereka.
Apa, sih, yang terjadi jika anak mendengarkan dengan volume terlalu besar?
Hal yang sama disampaikan oleh Jackie Clark, PhD, peneliti dari University of Texas at Dallas, Amerika Serikat.
Melalui Healthline, Clark menegaskan terpapar suara yang keras melalui headset terlalu lama bisa menyebabkan kelelahan.
Mendengarkan suara yang terlalu keras bisa menyebabakan noice-induced hearing loss atau NIHL.
NIHL adalah kondisi yang disebabkan oleh suara yang terlalu keras, sehingga membuat penderitanya tak bisa mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi.
Salah satu suara dengan frekuensi tinggi adalah suara jangkrik atau kicauan burung.
Penderita NIHL juga sering mengalami tinnitus, atau suara berdenging saat terpapar suara yang keras.
Sampai saat ini, belum ada perawatan khusus yang bisa mengobati tinnitus.
Namun, pendengaran anak bisa tetap ditingkatkan dengan mengurangi paparan suara yang terlalu keras.
Apalagi, jika tidak membiarkan telinga beristirahat dari pemakaian headset, hal ini akan memperburuk gejala.
Lalu, bagaimana dengan penggunaan headset?
Seberapa keras headset bisa bekerja?
Headset bisa menghasilkan suara sampai lebih dari 100 dB.
Ini artinya suara yang dihasilkan oleh headset bisa jadi terlalu besar.
Apabila dengan 85 dB saja pendengaran kita sudah bisa terpengaruh, dengan 100 dB akan menunjukkan gejala yang lebih parah lagi.
Menurut Healthline, suara dari headset yang mencapai 100 dB akan membuat kerusakan telinga dalam waktu 15 menit saja.
Suara yang terlalu keras tak hanya membuat kerusakan pada telinga saja.
Ada beberapa gejala lain yang ditimbulkan apabila mendengarkan suara yang terlalu keras melalui headset.
Pertama, gejala seperti peningkatan tekanan darah dan detak jantung bisa mengakibatkan masalah pada jantung.
Menurut Clark, terpapar suara yang terlalu keras bisa mempengaruhi cara anak untuk berkonsentrasi, kesulitan tidur, dan sakit kepala.
Beberapa penelitian juga menjelaskan bahwa ada juga dampak terhadap perilaku anak yang disebabkan karena terpapar suara yang terlalu keras.
Menurut Karen Mitchell, AuD, ahli audiologi dari Colombus Speech and Hearing Center, mendengarkan suara yang terlalu keras menyebabkan gejala hiperaktif pada anak.
Maka dari itu, Moms harus perhatikan volume yang digunakan si Kecil saat menggunakan headset.
Ada beberapa cara yang Moms harus ketahui untuk mengurangi dampak gangguan pendengaran pada si Kecil.
Pertama, Moms bisa memberikan jadwal, kapan saja anak boleh memakan headset.
Prioritaskan untuk kebutuhan pembelajarannya.
Maksimalkan 8 jam waktu ideal penggunaan headset dan jangan sampai melebihi 60 dB.
Moms bisa mengunduh aplikasi yang berguna untuk cek volume.
Apabila ada jeda istirahat, jangan lupa memintanya untuk melepas headset dan bisa menggunakan lagi setelah istirahat.
Kedua, Moms bisa memilih headset yang baik untuk seumurannya.
Pastikan headset sesuai dengan umurnya.
Jangan sampai memilih yang terlalu besar karena akan mengganggu konsentrasinya.
Ada headset yang dirancang bisa menghalangi suara dari luar yang bisa masuk.
Ketiga, akan lebih baik jika memerhatikan kebersihan heaset.
Terkadang kotoran sering masuk ke dalam headset sehingga menyebabkan bakteri berkembang biak.
Itulah tadi tips khusus yang bisa dilakukan Moms untuk menjaga pendengaran anak selama pandemi.
Selain memilih headset yang pas untuk umurnya, Moms bisa mengatur suara yang dihasilkan.
Dengan begitu, ia bisa terhindari dari gangguan pendengaran.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Healthline,today's parent,Cleveland Clinic,The Conversation |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR