Nakita.id - Olahan telur memang sangat disukai banyak orang, tapi tidak ada yang tahu kalau ada orang yang tidak boleh makan telur karena alasan kesehatan.
Dari dulu, telur menjadi salah satu makanan primadona.
Bagaimana tidak, Moms bisa mengolah telur menjadi apa saja yang bisa dimakan.
Moms bisa merebusnya, menggorengnya, bahkan mencampurkannya di makanan lain. Rasanya enak dan pastinya mengenyangkan.
Saking sukanya makan telur, ada orang yang bisa 3 kali sehari makan olahan telur terus lo, Moms
Untuk Moms yang sedang diet, makan telur juga disarankan karena bisa memenuhi protein dalam tubuh.
Meski mengolah dan memakannya sangat praktis, tapi orang-orang dengan kondisi seperti ini tidak boleh makan telur.
Melansir dari GridHEALTH.id, berikut ini orang yang tidak boleh makan telur karena alasan kesehatan adalah:
Alergi Telur
Orang yang tidak boleh makan telur adalah orang yang alergi telur. Orangtua hingga anak-anak bisa mengalaminya.
Jika alergi telur, berarti sistem kekebalan tubuhnya yang biasanya melawan infeksi bereaksi berlebihan terhadap protein dalam telur.
Sehingga jika Moms mengonsumsi olahan dari telur baik yang berupa makanan ataupun minuman, tubuhnya akan mengira protein ini berbahaya.
Sebab sistem kekebalannya merespons dengan bekerja sangat keras untuk melawan protein dari telur.
Selain Moms, anak sangat rentan mengalami alergi telur. Bahkan biasanya alergi telur ini diketahui sejak anak masih balita.
Lalu apa gejala alergi telur pada anak?
Gejala Alergi Telur Pada Anak
- kesulitan bernapas
- batuk
- suara serak
- sakit tenggorokan
- sakit perut
- muntah
- diare
- mata gatal, berair, atau bengkak
- gatal-gatal
- bintik-bintik merah
- pembengkakan
- merasa pusing bahkan pingsan
Beberapa reaksi terhadap telur bersifat ringan dan hanya melibatkan satu bagian tubuh, seperti gatal-gatal pada kulit.
Tetapi, jika Si Kecil memiliki reaksi ringan karena alergi telur di masa lalu, reaksi selanjutnya yang ditunjukan bisa lebih parah.
Dalam kasus yang jarang terjadi, seseorang dapat memiliki reaksi alergi sangat serius, yang dapat menyebabkan anafilaksis.
Perawatan medis diperlukan segera karena orang tersebut mungkin memiliki masalah pernapasan dan penurunan tekanan darah.
Anafilaksis diobati dengan obat yang disebut epinefrin yang diberikan melalui suntikan.
Anak-anak yang memiliki alergi parah terhadap telur biasanya alergi tersebut akan terbawa sampai dewasa, maka Ia membutuhkan suntikan epinefrin untuk berjaga-jaga.
Tindakan yang dilakukan dokter
Biasanya dokter mendiagnosis alergi telur dengan tes kulit atau tes darah.
Tes kulit (juga disebut tes awal) adalah tes alergi yang paling umum.
Pengujian kulit memungkinkan dokter melihat dalam sekitar 15 menit jika seseorang peka terhadap telur.
Dengan tes ini, dokter atau perawat akan menempatkan sedikit ekstrak telur di kulit anak tersebut.
Lalu, menusuk lapisan luar kulit atau membuat goresan kecil pada kulit.
Jika daerah itu membengkak dan menjadi merah (seperti gigitan nyamuk), anak itu sensitif terhadap telur.
Mengobati alergi telur
Cara terbaik untuk mengobati alergi telur adalah menghindari makan telur atau konsumsi produk yang mengandung telur.
Juga harus bertindak cepat untuk mengatasi alergi telur yang dialami anak.
Orangtua dapat mengajarkan anak untuk melakukan pencegahan agar tidak mengonsumsi telur dengan cara membaca label makanan.
Ajarkan juga bagaimana cara mengatasi alergi yang timbul jika Si Kecil tak sengaja mengonsumsi telur.
Konsultasikan ini dengan dokter, dan sampaikan kepada guru di sekolah anak agar semua daat mencegah dan mengatasi alerginya jika timbul.
Dokter akan memberikan obat yang dapat menangani dengan cepat jika alergi telur tiba-tiba muncul, obat yang diberikan dokter mudah dibawa kemana saja.
Namun, jika alerginya parah, segera bawa anak ke dokter.
(Artikel ini telah tayang di GridHEALTH.id dengan judul "Telur Sumber Protein Hewani Terjangkau, Tapi Tidak Semua Orang Bisa Mengonsumsinya")
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | GridHEALTH.id |
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR