Nakita.id - Semenjak adanya Pandemi Covid-19 tingkat kehamilan tidak direncanakan mengalami pelonjakan yang tinggi.
Hal tersebut disebabkan karena berbagai faktor, mulai dari banyak nya orang yang menghabiskan waktu di rumah, hingga lalainya penggunaan alat kontrasepsi.
Sebagian besar Moms justru tidak menggunakan alat kontrasepsi semenjak adanya Pandemi Covid-19 karena susahnya layanan di rumah sakit.
Seperti yang kita ketahui pada awal Covid-19 ini sebagian besar rumah sakit pun fokus menangani pasien yang terinfeksi virus tersebut.
Sehingga para Moms pun ketakutan pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan alat kontrasepsi.
Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) sekaligus Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan bernama Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengaku bahwa pelayanan KB di rumah sakit memang sudah menurun sebelum adanya Pandemi Covid-19.
Hal tersebut disebabkan karena penerapan rujukan berjenjang sehingga pelayanan pemasangan alat kontrasepsi tidak bisa dilakukan di rumah sakit tipe A, dan B.
Rumah sakit tipe C lah yang bisa melayani pemasangan alat kontrasepsi.
Terjadinya penurunan pelayanan KB juga menjadi perhatian pihak Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N. Rosalin, SE, M.Sc., M.Fin menyadari dampak dari Covid-19 ini berpengaruh terhadap rentannya terjadi kehamilan yang tidak direncanakan.
Baca Juga: Tak Perlu Panik Kalau Lupa Minum Pil KB, Langsung Dua Pil Juga Boleh Lho
"Dampak Covid ini memang sangat berpengaruh terhadap rentannya kehamilan tidak diinginkan karena adanya jumlah penurunan pelayanan KB secara nasional dari masing-masing alat kontrasepsi.Tapi bagi pasangan usia subur yang memerlukan alat kontrasepsi ini kan tidak bisa mengakses layanan kontrasepsi di fasilitas kesehatan atau menunda untuk datang ke fasilitas kesehatan selama masa pandemi ini," kata Lenny dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id, Senin, (13/09/2021).
Lenny juga memaklumi bahwa penurunan pelayanan KB sendiri disebabkan karena banyaknya orang yang takut terinfeksi Covid-19 ketika datang ke tempat layanan kesehatan.
"Jika tidak dalam kondisi gawat sebagian besar orang memilih untuk tidak datang ke fasilitas kesehatan karena adanya kekhawatiran dari mereka karena takut tertular, selain itu Covid-19 juga sangat berpengaruh terhadap orang dengan sistem imun yang rendah, seperti orang dengan HIV/AIDS, jadi untuk mengatasi hal ini dengan mendekatkan layanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat," tambah Lenny.
Kementerian PPPA pun menyarankan agar pihak BKKBN melakukan sistem jemput bola.
"Sistem jemput bola yaitu dengan melakukan kunjungan ke pasangan usia subur itu juga perlu adanya inovasi. Sistem jemput bola ini untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah ke pasangan usia subur tadi dan membutuhkan pelayanan kontrasepsi, serta mengoptimalkan peran-peran petugas lapangan KB, dan juga bisa menggerakan secara intensif lagi mobil penerangan KB ke masyarakat sehingga harapannya kehamilan tidak direncanakan bisa ditekan serendah-rendahnya terutama di masa pandemic Covid-19," saran Lenny.
Terkait hal tersebut Kepala BKKBN sekaligus Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan bernama Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menjelaskan bahwa BKKBN sudah melakukan berbagai cara agar pasangan di usia reproduksi bisa terus menggunakan alat kontrasepsi.
Baca Juga: Aturan Mengonsumsi Pil KB, Jangan Telat Supaya Efektivitasnya Terasa
"Saat ini kita banyak melakukan e-learning, jadi kita punya pasukan di lapangan Namanya PKB. Hari ini aja kita mengumpulkan PKB, LKB, sebanyak 2000 itu hanya di wilayah Jawa Timur, dan Bali kita berhasil kumpulkan untuk kita berikan training secara virtual di masa pandemi ini yang ternyata efektif,"
"Itu agar mereka menguasai produk knowledge nya, missal dia paham apa itu ayudi, apa itu implan, kemudian dia bisa melakukan penyuluhan dengan baik. Kita juga memperkecil bias-bias informasi yang seperti ada mitos, ada fakta ini kan merupakan bias informasi antara yang sesungguhnya dan yang menjadi image di publik. Contohnya, susuk itu bisa jalan-jalan itu, ini kan semacam mitos ya atau keyakinan yang tidak benar, nah itu kemudian kita luruskan," tutup dr. Hasto.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR