Seseorang yang melakukan grooming biasanya tak terlihat seperti sebuah pemaksaan.
Melansir dari Allure, biasanya seseorang yang melakukan grooming akan melakukan hal yang membuat pasangannya merasa tak enak atau harus membalas kebaikannya.
Misalnya, seseorang memberikan uang dengan nominal tertentu atau barang yang dirasa bernilai.
Perilaku tersebut akhirnya membuat pasangannya menjadi berpikir bahwa ia harus melakukan hal yang baik juga.
Bisa juga seseorang menjanjikan sesuatu kepada pasangannya.
Dari sini pelaku grooming bisa saja mendapatkan kepercayaan dari pasangannya, karena ada sikap timbal balik di antara keduanya.
Di sinilah hal-hal yang buruk dalam perilaku grooming tersebut terjadi.
Seseorang akan meminta pasangannya untuk melakukan hal yang diinginkannya, karena merasa telah melakukan hal yang baik dan kebaikannya harus dibalas.
Menurut konsultan seks, Dawn Michael, PhD, biasanya perilaku seperti ini dimulai dari meminta hal-hal yang bukan berbau seksual dan bisa saja berujung pada hal seksual.
"Pasangan, yang berujung menjadi korban pelecehan, tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Padahal pelaku sedang memanfaatkannya," kata Michael.
Tindakan grooming memang terjadi secara perlahan, namun mengakibatkan trauma pada psikologis korban.
Tahukah Moms, menurut Komnas Perempuan angka kasus grooming yang terjadi di tahun 2020 cukup tinggi.
Dari data yang didapat oleh Komnas Perempuan, setidaknya tahun 2020 ada 300 kasus grooming yang terjadi.
Di masa pandemi ini, kasus grooming banyak sekali terjadi di ranah dunia maya atau yang disebut dengan online grooming.
Pelaku online grooming berusaha untuk membangun koneksi emosional dengan korban melalui media sosial.
Rayakan Hari Ibu dengan Kenyamanan di Senyaman, Studio Yoga dan Meditasi Khusus Wanita Berdesain Modern serta Estetik
Source | : | Allure,Komnas Perempuan,Parapuan |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR