Nakita.id - Angka kematian ibu dan janin masih marak terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Bahkan Indonesia menjadi negara tertinggi angka kematian perinatal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Tentu saja hal ini perlu menjadi perhatian besar bagi pemerintah dan juga masyarakat di Indonesia.
Namun, pemahaman yang kurang khususnya bagi para ibu hamil mengenai preeklamsia menyebabkan risikonya tak bisa terhindarkan.
Preeklamsia merupakan penyakit serius yang dapat menyebabkan komplikasi yang fatal bagi ibu dan bayi jika tak ditangani dengan segera.
Sayangnya, preeklamsia sangat sulit untuk bisa dideteksi sehingga memperlambat untuk segera ditangani.
Melihat keadaan seperti menarik jika dibahas lebih terperinci.
Topik ini menjadi bahasan utama pada sesi diskusi media "Deteksi Dini Preeklamsia untuk Kurangi Risiko Kematian Ibu dan Janin" yang diselenggarakan oleh Roche Indonesia dalam memperingati Hari Kesadaran Keguguran dan Kematian Bayi yang jatuh setiap tanggal 15 Oktober.
Hal serupa disampaikan oleh Dokter Spesialis Kandungan, dr. Aditya Kusuma, SpOG, yang menjelaskan bahwa preeklamsia telah menyebabkan 76.000 kematian pada ibu hamil dan 500.000 janin di seluruh dunia.
Komplikasi biasanya terjadi ditandai dengan tekanan darah tinggi dan dapat menyebabkan komplikasi lainnya seperti kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.
Bahkan, preeklamsia yang tidak ditangani dengan serius sangatlah berbahaya bahkan fatal pada kondisi ibu dan bayi.
Namun sayangnya, diagnosis preeklamsia terkadang terlewatkan begitu saja karena seringkali keluhannya sama seperti keluhan umum saat sedang hamil seperti kaki bengkak, sakit kepala, ataupun mual.
"Gejala preeklamsia tidak dirasakan pada awal kehamilan dan baru terlihat saat memasuki usia kehamilan 20 minggu. Sehingga, banyak ibu hamil yang terlambat dalam mendapatkan penanganan yang tepat ketika kondisi preeklamsia yang dimiliki sudah membahayakan ibu dan janin. Preeklamsia memiliki berbagai risiko bagi ibu hamil baik dalam jangka pendek ataupun panjang," ucap dr. Aditya Kusuma dalam acara webinar Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin, Selasa (12/10/2021).
Sudah seharusnya diketahui para ibu hamil betapa pentingnya deteksi dini preeklamsia di awal kehamilan.
Pemeriksaan deteksi dini semakin dipermudah karena saat ini ibu hamil bisa mengakses pengujian preeklamsia lewat tes darah di berbagai rumah sakit dan laboratorium.
Salah satu inovasi yang menarik ialah deteksi preeklamsia dengan tes darah menggunakan biomarker sFlt-1/PIGF yang dapat memprediksi kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan.
Bahkan cara ini bisa dilakukan untuk mendeteksi preeklamsia sejak trimester pertama kehamilan.
Baca Juga: Mungkinkah Masalah Kehamilan Preeklamsia Bisa Terulang? Begini Penjelasannya Menurut Dokter
Tentu saja, semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka semakin cepat juga dokter memberikan perawatan yang lebih insentif untuk ibu hamil.
Inovasi seperti ini merupakan yang pertama di dunia untuk mendeteksi preeklamsia pada tahap awal kehamilan.
"Bersama mitra kami di rumah sakit, klinik, dan laboratorium, Roche Indonesia berkomitmen untuk menjaga kesehatan para ibu dan calon buah hati mereka melalui inovasi dan penelitian yang berkelanjutan. Sesi diskusi ini merupakan bentuk komitmen kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bersama-sama memberikan peluang hidup yang lebih tinggi bagi ibu dan bayi serta mengurangi risiko kematian dengan deteksi dini preeklamsia," ucap Ahmed, Director Country Manager Diagnostics, PT Roche Indonesia.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR