Nakita.id - Menghadapi anak usia remaja memang memberikan persoalan berbeda dibandingkan bila kita menghadapi anak kecil.
Anak usia remaja memang diidentikkan dengan stigma emosi yang tidak stabil, memberontak, dan tertutup.
Sebagai orangtua kita sering kebingungan bagaimana menghadapi anak usia remaja dengan segala permasalahannya.
Apabila kita mencoba untuk bersikap lembut, seringnya itu disalah artikan oleh si anak remaja bahwa sang orangtua permisif sehingga dia makin memberontak.
Dan apabila kita bersikap tegas, maka itu disalah artikan oleh si anak remaja sebagai sikap orangtua yang mengekang.
Baca Juga: Orang Tua Wajib Lakukan Ini Agar Anak Paham Tentang Pentingnya Menjaga Kesehatan Reproduksi Sejak Dini Menurut Kementerian PPPA dan Ahli
Lalu bagaimana menghadapi dan mendidik anak remaja? Di sinilah orangtua perlu tahu tentang Pre Frontal Cortex dan faktor pubertas yang mempengaruhi tingkah lakunya.
Menurut dr. Linda Nora M.A (Counseling) CFC, hal paling mendasar yang terlebih dulu harus dilakukan orangtua adalah mendidiknya sesuai dengan passion-nya dan personality-nya
"Passion akan membuat anak remaja berkembang melakukan kebaikan yang berguna bagi dirinya dan sesama."
Demikian disampaikan dr. Linda dalam Seminar Konseling bertema "Help! I Have Teenagers" yang diselenggarakan oleh Bunga Merpati, Yayasan Counseling Personal Development Center pada Sabtu 30 Oktober 2021.
Apa Itu Pre Frontal Cortex
Stigma yang ada ada remaja itu adalah pribadi yang moody, meletup-letup.
Dan stigma itu sesungguhnya dipengaruhi oleh Pre Frontal Cortex (PFC).
Dalam kepala remaja terdapat Pre Frontal Cortex (PFC) yang berkembangnya sangat perlahan dan terjadi di tahap belakangan. PFC ini adalah fungsi eksekutif otak untuk merencanakan hidup. Misalnya, untuk membuat keputusan.
Jadi kalau dia sudah membuat keputusan, lalu tidak diperbolehkan orangtua, maka dia akan memberontak karena dia merasa otoritasnya direnggut.
PFC ini membuat remaja mempunyai otoritas dan saat PFC remaja makin besar, maka otoritasnya makin besar. Dan otoritas orangtua makin kecil.
Kalau keinginan anak remaja dilarang orangtua, maka dia akan merasa tidak bisa mempunyai otoritas.
Dan juga PFC membuat remaja belajar dari kesalahan. Sehingga kalau anak remaja melakukan kesalahan lalu dituding dan disalahkan tanpa diskusi, anak remaja akan merasa kesal.
PFC akan matang pada usia pertengahan 20-an dan kadang pada usia 21. Menuju kematangan itu akan membuat remaja mengalami mood swing.
Pubertas
Perkembangan hormon seksual juga berpengaruh besar pada anak remaja.
Misalnya, selain dalam hal seksual, hormon testoteron pada remaja pria membuatnya bersifat defensif. Dan itu akan terbawa hingga dia dewasa nanti.
Periode umur 10-20 adalah sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung cepat yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh.
Perubahan Akibat PFC dan Hormon Seksual
Perubahan pada PFC dan hormon seksual akan membuat perubahan dalam 4 hal pada remaja:
1. Fisik
Dalam masa remaja terjadi perubahan pada ukuran badan, kulit, pertumbuhan rambut, aroma tubuh, jam tidur dan pendengaran. Anak laki-laki tidak suka omongan yang berulang-ulang.
Baca Juga: Alasan Victim Blaming Bahaya bagi Psikologis Korban Pelecehan Seksual
2. Emosional
Remaja mudah sekali mengalami mood swing. Satu saat dia merasa kesal, tapi sebentar kemudian bisa saja sangat gembira.
3. Kognitif
Minat anak remaja berubah-ubah, sehingga remaja cepat sekali merasa bosan. "Di sekolah kalau pembelajaran tidak menarik, dia tidak berpura-pura. Bisa begitu saja menguap di kelas," kata dr. Linda.
4. Sosial dan Spiritual
Anak remaja sangat senang berteman, terutama pada masa early dan middle teenager.
Selain itu, anak perempuan akan punya obsesi untuk tampil menarik. "Remaja perempuan bisa senang ikut ibunya ke salon."
Dan dalam kehidupan sosial mereka menjadi sangat kritis, bertualang dan bahkan menyukai konflik. Kadang mereka bisa saja menantang orangtua bila ada yang dirasa tidak sesuai.
Mencari Identitas dan Pertemanan
Tahap psikologi pada remaja yang terutama adalah identity searching dan identitas itu didapat dari teman (peers).
Mengapa remaja senang berkumpul dengan teman? Sebab, dia merasa dia berada pada level berpikir yang setara dan level kekuatan yang juga setara.
Dalam lingkungan pertemanan anak remaja juga akan merasa mudah diterima, terutama pada remaja perempuan.
Baca Juga: Jangan Dianggap Remeh, Berikut Cara Ampuh Mengurangi Tingkat Stres pada Remaja
Juga, kita harus mengetahui siapa role model-nya untuk memasukkan value kehidupan. Lalu karena PFC belum matang, maka tentu saja ada banyak hal yang belum bisa dilakukannya, atau salah dilakukan. Justru dalam hal itu, orangtua harus melatih. Jangan bilang 'Begitu saja tidak bisa, sih!"
Dan untuk berkomunikasi, kita harus ingat bahwa remaja bisa dengan cepat mendeteksi gimmick, kepura-puraan. Sehingga, kita harus tulus ketika berbicara dengannya.
Khusus kepada remaja Gen Z, orangtua harus mengerti karakter mereka, yaitu sangat toleran. Artinya, mereka tidak mengerti berbagai konflik atau masalah yang sekarang ada di masyarakat.
Jadi, untuk masuk mengajar dan mendidik remaja Gen Z sebenarnya prinsipnya sama dengan tetap memberikan value kehidupan yang baik. Akan tetapi orangtua tidak bisa masuk ke Gen Z dengan membawa hanya kritikan terhadap masalah atau hal yang tidak benar di masyarakat sebab karakter mereka yang toleran tidak bisa menerimanya.
"Untuk masuk mendidik Gen Z, orangtua harus memberikan data untuk menjelaskan mengapa suatu hal dianggap salah atau tidak benar di masyarakat," jelas dr. Linda.
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR