Nakita.id - Selama ini mungkin Moms tidak memberikan uang jajan pada anak.
Apalagi jika Moms masih mampu untuk menyiapkan bekal untuk anak.
Dengan disiapkan bekal dari rumah, Moms jadi lebih mudah untuk memantau asupan nutrisi anak.
Bekal dari rumah memang dipercaya lebih bersih dan lebih sehat daripada harus beli makanan di luar.
Namun, bagaimana jika anak ingin memiliki uang jajan sendiri?
Setelah melihat teman-temannya diberi uang saku oleh orangtuanya, anak menjadi ingin diberi uang jajan dan bisa membeli hal yang ia inginkan.
Wajar jika Moms mulai khawatir dengan keadaan ini.
Sebab, terkadang anak kurang bisa memilih makanan mana yang sehat untuknya dan memilih jajan di tempat yang belum tentu kebersihannya terjaga.
Mungkin Moms akan berpikir untuk menolak permintaan anak tersebut.
Namun jika menolaknya, Moms takut anak akan mencoba untuk mencari cara lain agar mendapatkan uang.
Apabila diperbolehkan, Moms khawatir anak dirasa kurang bisa untuk menjaga uangnya baik-baik.
Belum lagi jika anak bersikap impulsif terhadap apa yang diinginkannya sehingga ia terus meminta uang pada Moms.
Lalu, bagaimana menyiasati anak yang mulai meminta uang jajan?
Tentu Moms dan Dads perlu memikirkan apa dampak ke depannya bagi anak.
Siapa tahu dengan memberi anak uang jajan, anak jadi bisa belajar soal tanggung jawab.
Mungkin Moms memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang uang jajan.
Ada yang setuju tentang batas usia pemberian uang jajan, ada yang setuju jika diberikan sedari dini dengan catatan tertentu, ada juga yang memberikan jika saat anak meminta saja.
Namun Moms wajib simak pandangan dari ahlinya.
Menurut Diane Morais, pengamat dan praktisi finansial dari Ally Bank menjelaskan pada Pure Wow, bahwa anak memang perlu dan berhak mendapatkan uang saku.
Menurutnya, anak bisa belajar soal mengatur keuangan.
Yang paling penting, anak jadi bisa belajar soal keinginan dan kebutuhan.
Misalnya, anak menginginkan suatu barang yang dilihatnya di mall saat jalan-jalan dengan Moms dan Dads.
Saat anak berpikir untuk membelinya, anak bisa memikirkan kembali, barang yang ingin dibelinya apakah hanya keinginan atau memang kebutuhan.
Apabila memang kebutuhan, misalnya buku tulis beserta pensilnya untuk kebutuhan sekolah, maka anak berhak untuk menjadikannya prioritas.
Namun jika itu hanya berdasarkan keinginan, maka barang tersebut bukan prioritas untuk dibeli dengan uang sakunya sendiri.
Jika anak menginginkan sesuatu, Moms juga bisa mengajarinya tentang menabung.
"Uang saku anak akan memberikan Moms kesempatan untuk mengajarkannya tentang kebiasaan menggunakan uang dengan baik," jelas Morais.
"Misalnya, seperti menabung untuk membeli barang yang diinginkan dan hanya menggunakan uang untuk kebutuhan dan prioritas saja," lanjutnya, melansir dari Pure Wow.
Pola pikir tentang kebutuhan dan keinginan ini penting untuk diketahui sejak kecil.
Sehingga sampai masa mendatang anak tak memiliki sikap impulsive buying atau membeli tanpa mengetahui kebutuhan atau hanya sekadar keinginan.
Tentu Moms seringkali melihat banyak Moms dan Dads memberi anak uang jajan ketika mereka sudah menyelesaikan kewajibannya di rumah.
Misalnya, anak wajib untuk menata kamarnya, buku-buku, dan menyiapkan seragam yang dipakainya untuk esok hari.
Seringkali juga anak dilibatkan dalam kewajiban yang lainnya, seperti menyapu teras rumah.
Tentu, hal ini bisa jadi mengajarkan anak tentang kerja keras.
Anak hanya akan diberikan uang apabila sudah mengerjakan kewajibannya.
Tak hanya mengajarkannya tentang kerja keras, ini juga membuat anak bangga akan usahanya sendiri.
Namun, banyak juga yang menentang kebiasaan ini.
Sebab hanya akan membentuk pola pikir bahwa kebiasaan menjalankan pekerjaan rumah hanyalah sebagai keharusan semata yang dapat menghasilkan uang.
Baca Juga: Bukan Bentuk Cash Lagi, Rieta Amilia Berikan Uang Jajan untuk Cucunya Rafathar Pakai Black Card
Menurut Positive Parenting Solutions, hal ini kurang baik karena hanya akan membuat anak berpikir "apa ada upahnya?" setiap kali diminta melakukan kewajiban rumah.
Namun perlu Moms ketahui hal ini tergantung dari bagaimana Moms dan Dads memberikan pemahaman tentang kewajiban di rumah.
Apabila Moms memberikan pemahanan bahwa kewajiban di rumah tersebut adalah hal yang melelahkan, maka sebaiknya hal ini tak dilakukan lagi.
Sebab, hal itu hanya akan membuat anak merasa kesal ketika diminta melakukan kewajiban di rumah.
Ada baiknya jika Moms memberikan pemahaman bahwa kewajiban di rumah memang wajib dilakukan oleh semua anggota keluarga.
Sehingga apabila diminta untuk menolong Moms mencuci buah-buahan, misalnya, anak bisa melakukannya dengan senang.
Dari situ anak bisa memiliki persepsi yang baik terhadap kewajiban di rumah dan mendapat uang saku.
Lalu, bagaimana cara siasati uang jajan anak?
Pertama, tentukan jadwal yang tepat untuk memberi uang jajan anak.
Moms bisa menentukan untuk perhari atau perminggu.
Hindari jangka waktu perbulan karena belum waktunya anak diberi jumlah yang yang begitu besar dalam satu waktu.
Katakanlah dalam seminggu anak diberi uang Rp 5 ribu.
Beri anak pemahaman bahwa Rp 5 ribu tersebut sudah menjadi haknya dan bisa beli apa yang menjadi kebutuhannya.
Namun, beri juga pemahaman bahwa kalau ingin membeli kebutuhannya anak, masih harus izin dengan Moms.
Kedua, atur seberapa banyak yang boleh digunakan untuk membeli kebutuhan mana yang ditabung.
Baca Juga: Meggy Wulandari Dinikahi Duda Tajir, Kiwil Ledek Putranya Soal Uang Jajan: 'Masih Butuh Enggak?'
Misalnya, Moms memberikan Rp 5 ribu untuk satu minggu.
Bimbing ia untuk menabung juga dengan membagi dua uang sakunya selama per minggu.
Misal, Rp 3 ribu bisa digunakan untuk beli kebutuhan.
Sedangkan Rp 2 ribu bisa ditabung.
Dengan begitu anak akan lebih mampu bertanggung jawab atas uang sakunya.
Persoalan uang saku untuk anak memang seringkali dianggap cukup susah.
Namun, hal tersebut akan menjadi baik-baik saja ketika kita berikan pemahaman mengenai kebutuhan dan keinginan.
Source | : | Forbes,positiveparentingsolutions.com,Pure Wow |
Penulis | : | Amallia Putri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR