Nakita.id - Tak sedikit orangtua yang terlambat menyadari bahwa anaknya berisiko mengalami stunting.
Stunting atau kondisi gagal tumbuh ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih rendah atau pendek dari standar anak-anak seusianya.
Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak karena kurangnya asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi psikososial yang tak memadai.
Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, serta produktivitas rendah.
dr. Juliawaty Salim, Sp.A, Dokter Spesialis Anak di RS Mitra Keluarga Kemayoran, membenarkan bahwa sebetulnya stunting dapat dicegah sejak 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak.
1000 hari pertama kehidupan terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan buah hati.
"Mencegah terjadinya stunting tidak dimulai ketika anak sudah dilahirkan, tapi sudah dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupan saat anak dalam kandungan," katanya dalam wawancara eksklusif bersama Nakita, Jumat (14/1/2022).
Meski begitu, ia juga menyayangkan banyak orangtua yang tidak menyadari ciri-ciri stunting pada anak.
Apa saja ciri-cirinya ya, Moms? Yuk, simak penjelasannya!
Baca Juga: Kebiasaan Ibu Hamil yang Berisiko Melahirkan Anak Stunting, Catat Jangan Sampai Kecolongan!
"Kebanyakan orangtua itu tidak menyadari kalau anaknya stunting, mereka baru sadar bila anak sudah berkumpul sama teman-teman sebayanya," kata dr. Julia.
"Oh iya, kok kelihatannya (anak kita) lebih pendek ya," sambungnya.
Sebetulnya, Moms bisa mengenali risiko stunting sejak melakukan pengukuran berat dan panjang bayi baru lahir.
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang.
Ciri-cirinya, panjang tubuh tidak sampai 48 cm dan berat badan di bawah 2,5 kg (berat badan lahir rendah/BBLR).
Kemudian, ada juga kondisi dimana bayi mengalami weight faltering yang dapat mengganggu tumbuh kembangnya dan meningkatkan risiko stunting.
"Biasanya dapat diketahui ketika membawa anaknya ke ke posyandu dan dilakukan penimbangan berat badan," kata dr. Julia.
"Nanti akan ditemukan berat badan yang mengalami weight faltering atau penambahan berat badan yang seret (tersendat)," lanjutnya.
Dijelaskan bahwa, weight faltering adalah kenaikan berat badan yang tidak adekuat.
Dimana kenaikan berat badan anak terbilang rendah atau tidak naik sama sekali sehingga tidak mencapai standar ideal setiap bulannya.
"Orangtua harus berhati-hati bahwa kenaikan berat badan yang seret (weight faltering) akan menimbulkan dampak ke tinggi badannya di kemudian hari, sehingga menjadi stunting," kata dr Julia.
Menanggapi hal ini, dr. Julia menyarankan agar Moms dan Dads rutin membawa anak ke posyandu dan mengecek buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) supaya lebih tanggap.
"Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan yang rutin seperti penimbangan berat dan tinggi badan itu merupakan awal untuk mengenali stunting sejak dini," kata dr. Julia.
"Jangan lupa, perhatikan juga kelengkapan status imunisasi pada anaknya," lanjutnya.
Terakhir, ia juga mengingatkan pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang bergizi.
Dengan begitu, kemungkinan bayi bisa mengalami catch up growth atau tumbuh kejar sampai mencapai berat dan tinggi ideal sesuai usianya.
Nah, Moms itulah beberapa ciri-ciri stunting yang bisa dikenali sejak dini untuk mencegah risikonya.
Penulis | : | Kintan Nabila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR