Nakita.id - Saat ini, Indonesia telah memasuki gelombang ketiga penyebaran kasus Covid-19.
Berdasarkan sebuah data terbaru, hingga 8 Februari 2022, kasus aktif Covid-19 di Indonesia telah mencapai lebih dari 200.000 kasus.
Bahkan, dalam waktu 2 minggu terakhir, terjadi peningkatan kasus harian lebih dari 10 kali lipat.
Hal ini tentu disebabkan oleh varian Omicron sebagai varian yang paling mendominasi di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Varian Omicron memang memiliki gejala yang lebih ringan daripada varian Delta.
Akan tetapi, Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) menyampaikan untuk tidak terpengaruh dengan kata-kata tersebut.
“Karena, kalau menimpa kelompok tertentu seperti lansia, komorbid, anak-anak, atau yang belum divaksin, maka biasanya gejalanya akan lebih berat,” ujar dr. Erlina dalam acara konferensi pers sekaligus peluncuran buku ‘Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 4’ yang dilaksanakan pada Rabu lalu (9/2/2022).
Apalagi, varian Omicron sendiri menjadi varian yang sangat mudah menular.
Hal inilah yang mendorong kelima organisasi profesi kedokteran di Indonesia untuk melahirkan buku ‘Pedoman Tatalaksana Covid-19’.
Buku ‘Pedoman Tatalaksana Covid-19’ ini merupakan hasil kerja sama dari lima organisasi profesi kedokteran dalam mempelajari ilmu-ilmu tentang Covid-19 yang terus berkembang.
Diantaranya adalah PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia), PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia), PERDATIN (Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia), dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).
Sejak Januari 2022, terbitlah buku pedoman edisi keempat yang sudah diperbarui berdasarkan hasil penelitian berupa telaah sistematik, baik nasional maupun internasional.
Sebagai informasi, telaah sistematik sendiri merupakan landasan ilmiah dengan tingkatan yang paling tinggi.
Dalam buku pedoman ini, sebanyak enam hal yang dilakukan pembaruan.
Diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Definisi kasus probable varian Omicron berdasarkan PCR dengan SGTF (S-gene Target Failure), dan terkontaminasi varian Omicron berdasarkan WGS (Whole Genome Sequencing).
2. Obat antivirus baru (molnupiravir, kombinasi nirmatrelvir dan ritonavir) dan antikoagulan (rivaroksaban dan fondaparinux).
3. Penekanan bahwa kasus Covid-19 tanpa gejala atau dengan gejala ringan cukup dengan isoman (isolasi mandiri) atau isoter (isolasi terpusat), tidak perlu rawat inap. Rawat inap hanya untuk pasien dengan gejala sedang, berat, maupun kritis.
Baca Juga: Pengobatan Covid Omicron Bisa Dilakukan dari Rumah, Tapi Ini Syarat yang Perlu Dipenuhi Sebelumnya
4. Pencabutan beberapa opsi terapi tambahan, termasuk plasma konvalesen dan ivermectin yang tidak pernah masuk sebagai obat standar. Untuk hidroksiklorokuin, azitromisin, dan oseltamivir sudah dikeluarkan pada edisi sebelumnya.
5. Indikasi perawatan ICU dan karakteristik pasien Covid-19 derajat kritis untuk memprediksi lebih dini potensi perburukan.
6. Beberapa jenis, dosis, dan cara pemberian vaksin baru yang efektif sebagai upaya pencegahan yang penting.
Dengan disusunnya buku pedoman terbaru ini, dr. Erlina berharap agar para dokter di seluruh Indonesia dapat menerapkannya sesuai dengan kondisi wilayah kerja masing-masing.
Juga, sebagai upaya untuk mengakhiri pandemi Covid-19 yang harus dilakukan secara komprehensif dan tidak hanya menatalaksana pasien yang terinfeksi saja.
Termasuk, vaksinasi dan protokol kesehatan yang sama-sama penting untuk mencegah penularan dan mencegah penyakit yang berat.
“Meskipun demikian, buku pedoman ini merupakan ‘living document’ yang akan terus diperbarui sesuai dengan perkembangan penyakit, virus, dan obat-obatan berdasarkan data terbaru,” tutup dr. Erlina.
Apabila Moms ingin membaca buku pedomannya lebih lanjut, bisa langsung diunduh di sini.
Semoga bermanfaat ya, Moms.
Baca Juga: Sudah Dapat Vaksin Booster Tapi Masih Terpapar Covid-19 Varian Omicron, Kok Bisa?
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR