Nakita.id - Saat menjalani fase kehamilan, tak jarang kondisi mental calon ibu jadi terganggu.
Hal ini membuat Moms merasa takut, cemas, dan dipenuhi pikiran negatif.
Dikhawatirkan, kondisi ini bisa memengaruhi kesehatan sang buah hati dalam kandungan.
Apabila Moms tidak dapat mengatasinya, bisa-bisa masalah ini akan berlanjut setelah melahirkan.
Erika Kamaria Yamin, M.Psi., Psikolog, CHt®️, Psikolog Pendidikan di ideplus.id dan tabytime.id mengatakan, terganggunya kesehatan mental ibu setelah melahirkan akan memengaruhi kualitas bonding dengan anak.
Bonding adalah ikatan emosional yang terjalin antara orangtua dan anak.
"Energi ibu sudah habis untuk menenangkan dirinya sendiri, setelah melalui proses persalinan," kata Erika dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id, Jumat (4/3/2022).
Sehingga, hal tersebut membuat Moms tak sempat untuk memikirkan bagaimana nanti mengurus bayinya dan bonding dengan bayinya.
Kondisi ini dapat memicu baby blues dan kalau dibiarkan berlarut-larut akan sulit untuk diatasi.
"Oleh karena itu, kondisi seperti baby blues umum terjadi di pada ibu-ibu yang baru melahirkan," kata Erika.
Baby blues adalah perubahan suasana hati seperti cemas dan sedih berlebihan yang terjadi setelah ibu melahirkan.
Umumnya, kondisi ini akan memburuk pada 3-4 hari paska melahirkan dan terjadi pada 14 hari pertama.
Namun, hati-hati kalau gejalanya terus dibiarkan berlarut-larut.
"Tapi, jika ternyata terjadinya berkelanjutan dan dalam jangka panjang, maka sudah masuk ke postpartum depression," lanjutnya.
Postpartum depression sudah termasuk depresi dalam kategori berat yang bisa memicu depresi lainnya di masa mendatang.
Gejalanya dapat berupa insomnia, hilang nafsu makan, mudah marah yang intens, dan kesulitan bonding atau membangun ikatan dengan bayi.
Bagaimana cara menjaga kesehatan mental ibu supaya tidak berkembang menjadi baby blues dan postpartum depression?
"Bagaimana pun juga kondisi kesehatan mental seorang ibu berpengaruh ke kesehatan dan kesejahteraan anak untuk jangka panjang sampai dia dewasa," katanya.
Dijelaskan olehnya, jangan sampai masalah kesehatan mental ini dibiarkan berlarut-larut sampai jadi lingkaran setan.
"Bahkan, ada beberapa kasus dimana saya harusnya happy dan mencintai bayi saya, tapi kok saya enggak bisa dan enggak mau dekat-dekat dengan bayi saya," kata Erika.
"Padahal, bayi sebenarnya udah bisa merasakan dan sangat butuh kedekatan dengan pengasuh utamanya yaitu ibunya," lanjutnya.
Erika berpesan, jangan sampai kondisi mental ibu memengaruhi mental anaknya juga.
"Jangan sampai ketika ibunya belum siap, lalu bayi ini seakan di-reject oleh ibunya," katanya.
"Sehingga, emosi dan memori buruk ini akan tersimpan dan berpengaruh ketika dia dewasa nanti, akhirnya jadi seperti lingkaran setan," lanjutnya.
Erika menyarankan, untuk mengatasi hal ini sebaiknya segera cari bantuan profesional seperti psikiater atau psikolog.
"Oleh karena itu, mari kita memutus lingkaran ini dengan mencoba untuk membenahi diri sendiri dulu sebagai seorang calon ibu," tutupnya.
Penulis | : | Kintan Nabila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR