Nakita.id - Seorang ibu berinisial FN (25) tega melempar bayinya ke dalam sumur.
Sang anak pun saat ini telah dinyatakan tewas.
Peristiwa nahas tersebut terjadi di Dusun Bregoh, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu Jember, Jawa Timur.
Bukan tanpa alasan sang ibu tega melakukan perbuatannya tersebut terhadap bayinya
Dilansir Kompas, FN mengaku jika dirinya sering dirundung oleh orang-orang di sekitarnya.
Hal ini lantaran ia tidak bisa menyusui dengan memberikan ASI ekslusif.
Diketahui, FN menyusui anaknya dengan memberikan susu formula.
Merasa tak tahan akan perundungan sering memberikan susu formula, FN langsung melempar bayinya ke sumur.
Kasus ini bermula saat anaknya yang berusia satu bulan ini dikabarkan hilang pada Rabu (23/3/2022).
Kasus ini tentu perlu menjadi pembelajaran bagi seluruh ibu, terutama bagi Moms yang baru pertama kali memiliki momongan.
Tak jarang, ibu pasti mengalami stres tatkala baru saja pulih dari proses melahirkan, ia harus berupaya merawat bayi.
Belum lagi, pemberian ASI tidak selalu lancar dan mudah seperti yang dibayangkan.
Saat diwawancara oleh Nakita.id, Senin (28/3/2022) dr. Ameetha Drupadi, CIMI, Dokter Konselor Laktasi Mayapada Hospital, Jakarta Selatan, mengatakan kasus ibu yang melemparkan bayinya ke dalam sumur bisa saja karena ia mengalami depresi postpartum.
Depresi ini sebenarnya bisa diobati dan bisa dikelola, tetapi jika muncul seseorang yang mengalami depresi perlu ditemani dan mencari dukungan dari orang terdekat.
Tanda- tanda yang bisa terdeteksi adalah ketika ibu sering merasa sedih, kehilangan minat untuk menjalankan aktivitas harian, terlalu sering tidur, dan merasa tidak berharga.
Tanda-tanda depresi ini bisa dilihat dan terasa saat masih hamil, maka sangat dianjurkan untuk segera mendatangi para ahli untuk mencegah terjadinya depresi.
Ibu yang baru saja melahirkan dan dalam proses memberikan ASI perlu ditemani dan dibimbing baik oleh dokter, psikolog atau konselor laktasi, sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi berbagai macam hal yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu saat pemberian ASI.
"Kalau sejak hamil sudah terdeteksi sebaiknya langsung minta bantuan agar segera diatasi sesuai dengan indikasinya, jadi langsung ke dokter, dokter kandungan, psikolog, kemudian mendatangi konselor laktasi. Jadi, ketika baru saja melahirkan apa saja yang akan dialami si ibu bisa didukung, dibantu, dikonseling oleh konselor laktasi agar proses menyusuinya berhasil. Karena salah satu memicu ibu mengalami depresi pasca melahirkan itu dia belum siap menghadapi fase dimana dia harus menyusui bayinya," ucap dr. Ameetha.
Baca Juga: Yuk, Ketahui Cara Jaga Kesehatan Mental Bumil untuk Cegah Depresi di Masa Kehamilan
Sudah seharusnya, para ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI ekslusif harus didukung baik oleh pasangan ataupun orang sekitar.
Namun, pada realitanya, terkadang orang-orang terdekat selalu membanding-bandingkan dan bahkan menganggap perempuan yang tidak bisa memberikan ASI ekslusif tidak bisa berperan menjadi ibu yang seutuhnya.
Persepsi mengecilkan peran ibu karena tidak bisa memberikan ASI ekslusif merupakan hal usang yang seakan tak pernah bisa hilang.
Banyak para ibu yang terus berjuang melawan kecemasan dan mengontrol emosional apabila mendapatkan pernyataan kurang mengenakan dalam proses pemberian ASI.
dr. Ameetha menyarankan ada baiknya orang di sekitar memberikan dukungan, kasih sayang dari hal-hal kecil yang memang bisa dilakukan, sehingga rasa percaya diri meningkat dan terhindar dari depresi yang kerap mengakibatkan seseorang melakukan tindakan bahaya pada dirinya dan orang lain.
"Orang sekitar memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan mental ibu, jika sudah kejadian seperti yang baru terjadi ini kita berhak mendampingi, mendukung ibu yang tidak bisa memberikan ASI dengan cara apa masalah dan kendala yang dihadapi, bisa saja ia merasa capek atau tidak tidur, karena ingin menyusui bayinya namun tidak berhasil. Biasanya ibu yang mengalami kurang tidur atau kurang istirahat cenderung terjadi halusinasi. Kita bisa memberi bantuan seperti menyapa ibu, mengirimkan makanan, kita bisa bantu satu dua jam untuk menggendong anaknya, sehingga ibu bisa istirahat," ungkap dr. Ameetha.
dr. Ameetha menyarankan agar orang terdekat tidak lagi membiasakan untuk memberikan komentar yang kurang baik jika ditemukan seorang ibu yang memilih memberikan susu formula, karena kita tentu tak tahu hal apa yang melatarbelakanginya.
Pasalnya, setiap ibu yang memberikan baik itu ASI ekslusif ataupun susu formula memiliki harapan yang sama agar tumbuh kembang anaknya berjalan optimal.
"Jika ibu tidak bisa menyusui bayinya dan ibu memberikan susu formula, kita jangan pernah memberikan ucapan atau omongan yang sekiranya menyakiti ibu. Jadi, sebaiknya tetangga bisa bersama-sama mengajak ibu datang ke klinik laktasi agar dianjarkan manajemen laktasi yang benar," pungkas dr. Ameetha.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR