Selain itu, dr. Rudi juga menekankan obat-obatan tertentu dapat sangat berisiko terutama pada trimester awal kehamilan.
“Dimana karena trimester awal itu adalah itu proses pembentukan organ-organ vital, jangan kita ikut membantu proses pembelahan selnya atau pembentukan organ-organ vitalnya itu malah terhambat oleh karena pemberian obat-obat yang toxic tadi,” terangnya.
Tidak hanya pengaruh dari penggunaan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan gaya hidup sehari-hari dapat berkontribusi pada keputihan.
Mulai dari kualitas air yang digunakan sehari-hari tidak bersih, mengubah kelembapan vagina dengan salah pemakaian celana dalam, pemakaian celana yang ketat, terlalu sering memakai pantyliner, hingga pemakaian wewangian pada organ intim.
“Dengan demikian, kita tidak sadar ternyata kita juga ikut membunuh kuman yang baiknya,” kata dr. Rudi.
Penggunaan antiseptik pada organ kewanitaan justru dapat mengubah lingkungan vagina yang mengakibatkan kuman berubah menjadi kuman patologis sehingga terjadilah keputihan patologis.
Keputihan patologis yang terjadi meski tidak hamil, sama bahayanya dengan keputihan saat hamil.
“Kalau infeksinya meningkat, sampailah namanya disebut serviksitis kalau dia kena infeksi di serviks. Lalu, naik lagi ke atas menjadi endometriosis, yang endometrium yang terinfeksi,” jelas dr. Rudi.
Ia menambahkan, infeksi semakin merujuk lagi menyebabkan ooforitis, hingga menuju bagian pelvis yang dikenal dengan penyakit PID (Pelvis Inflammatory Disease).
Keputihan patologis dapat merusak organ-organ vital wanita. Jangka panjangnya, wanita tersebut akan kesulitan untuk mendapatkan kehamilan.
Simak 5 Destinasi Sejuk di Indonesia serta Rekomendasi Gaya agar Tetap Nyaman dan Hangat dari Uniqlo
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR