Lengkapnya Goh Yoon Fong menuliskan "permufakatan bangsawan Banjar memutuskan bahwa Raden Bagus diangkat sebagai Sultan Banjar dengan gelar Sultan Amarullah Bagus Kusuma (1660-1663). Kemudian, sebagai penghormatan dan imbalan perdamaian, Pangeran Purabaya diberikan daerah Pulau Laut sebagai tanah apanagenya".
Kesimpulan, berdasarkan hipotesa ini bahwa Kerajaan Saranjana muncul sebelum tahun 1660 an atau pra Abad ke 17 Masehi. Saranjana berbentuk Kerajaan Ethnic State (Negara Suku) dari Suku Dayak Samihim. Kepala Suku pertama adalah Sambu Ranjana.
Awalnya, menganut kepercayaan animisme. Tetapi, seiring perkembangannya, mulai mendapat pengaruh Hindu lama. Hal ini dibuktikan dengan nama Sambu Ranjana yang dipengaruhi unsur Hindu Suk.
Walaupun sudah meninggalkan wilayahnya, nama pusat kekuasaan Suku Dayak Samihim di Pulau Laut, sampai sekarang tetap dinamakan dengan Saranjana.
Secara ilmiah, memang ada fakta-fakta mental (mentifact) di pikiran masyarakat pendukung kepercayaan tentang "mitos Saranjana"di Kotabaru.
Intinya, bila ada yang sengaja mencari daerah Saranjana, kebanyakan mereka tidak akan menemu-kannya.
Melihatnya dari sudut pandang bahasa, keberadaan nama Saranjana/ Sarangjana atau Serandjana dalam tulisan naturalis Belanda, memiliki kesamaan toponim dengan Sarangtiung.
Wilayah Saranjana ada di wilayah selatan Pulau Laut. Sementara daerah Sarangtiung di wilayah utara Pulau Laut. Bukan anomali. Apakah unsur kesamaan ini menunjukkan hubungan? Perlu pendalaman.
Secara terminologi, kalau dikomparasikan (dibandingkan) dengan kosakata India, "Saranjana" berarti tanah yang diberikan.
Hal ini diungkapkan sejarawan India, S.D. Chaudhri dalam "Indian Cases". Buku terbitan Law Publishing Press, 1917, halaman 74.
Memang cukup jauh apabila mencari perbandingan sampai ke India. Tidak salah memang. Faktanya orang-orang India memakai nama ini. Sebut saja nama orang India, Saranjana Kulkarni. Nama perusahaan Saranjana Manufacturing, dan sebagainya.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR