Nakita.id - Setiap 10 September, diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia.
Saat ini, kesehatan jiwa menjadi salah satu tantangan terbesar dalam masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia.
Ditambah, kurangnya akses fasilitas kesehatan jiwa serta stigma masyarakat masih menjadi faktor yang memperparah kondisi kesehatan jiwa pasien.
Sehingga, dapat menyebabkan sebagian besar pasien ini melakukan tindakan bunuh diri.
Penting untuk diketahui, selain mental, kesehatan jiwa juga berdampak pada kesehatan fisik, sosial, serta ekonominya.
Bahkan, lebih dari 3/4 orang yang menderita penyakit jiwa tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dimana akses fasilitas kesehatan jiwa yang berkualitas sangatlah terbatas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahunnya, 703.000 orang bunuh diri dan masih banyak lagi orang yang melakukan percobaan bunuh diri.
Perlu diketahui juga, setiap tindakan bunuh diri adalah tragedi yang dapat mempengaruhi keluarga, komunitas, dan seluruh negara. Juga, memiliki efek jangka panjang pada orang-orang yang ditinggalkan.
Kasus bunuh diri terdapat di seluruh rentang usia dan merupakan penyebab kematian keempat di antara usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2019.
Tindakan bunuh diri ini tak hanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, tapi juga di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Oleh karena itu, sebagai bentuk dukungan akan program kesehatan mental, PT Johnson & Johnson Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan menyelenggarakan Public Webinar on Major Depressive Disorder with Suicidal Ideation and/or Behavior (MDSI): “Lighting the Hope for Depressive Suicidal Individuals Through Collaborative Action” pada Sabtu kemarin (10/9/2022).
Acara webinar ini turut dihadiri oleh masyarakat umum dari berbagai kalangan.
Termasuk, para orangtua dan keluarga, komunitas orangtua dan/atau ibu-ibu, mahasiswa dan pelajar, kalangan akademisi, organisasi pasien dan NGO yang bergerak di ranah kesehatan jiwa, media, dan karyawan swasta.
Acara webinar ini kemudian dibuka oleh drg. Vensya Sitohang, M.Epid selaku Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang memberikan kata sambutan.
“Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 September bertujuan untuk meningkatkan kesadaran seluruh warga dunia akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa untuk mencegah pikiran atau tindakan bunuh diri,” ucap drg. Vensya dalam kata sambutannya.
“Bunuh diri dapat dicegah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan bunuh diri yang komprehensif melibatkan peran serta berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat,” lanjutnya menyampaikan.
Tak hanya itu, dr. Rospita Dian selaku Head of Medical Affairs PT Johnson & Johnson Indonesia menambahkan, “Sebagai suatu penyakit, gangguan depresi mayor dengan pikiran hingga perilaku bunuh diri dapat ditangani dengan benar oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan jiwa profesional.”
“Selain itu, keluarga dan pendamping berperan penting dalam kesembuhan pasien,” lanjut dr. Rospita menyampaikan.
Sebagai pembuka, dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ, Ratih Ibrahim, MM, Psikolog, dan Prof. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc hadir sebagai pembicara yang masing-masing berbicara tentang perawatan untuk pasien yang depresi, cara mengetahui depresi pada diri sendiri, serta peran perawat dalam menangani pasien yang depresi.
Juga, mengundang 4 orang panelis dan moderator dari berbagai kalangan, yakni seperti Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ, Benny Prawira, M.Psi, P. Tri Agung Kristanto, dan Nurul Eka H.
Tak hanya itu, Devy Yheanne selaku Communications & Public Affairs Leader of Johnson & Johnson Pharmaceutical Indonesia & Malaysia menjelaskan, sangat penting untuk memberikan edukasi pada masyarakat awam untuk meningkatkan pengetahuan mengenai Gangguan Depresi Mayor (Major Depressive Disorder/MDD) dengan keinginan untuk bunuh diri.
“Sehingga, dapat menurunkan stigma negatif di masyarakat, agar lebih banyak pasien yang berani untuk berkonsultasi dengan tenaga medis profesional di bidang kesehatan jiwa,” harap Devy.
Sebagai informasi, data di Kepolisian mencatat pada tahun 2020 lalu, terdapat 671 kasus kematian akibat bunuh diri.
Sebaliknya, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 mencatat, tak kurang dari 5.787 korban bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
Beberapa faktor yang mendorong orang melakukan bunuh diri ini diantaranya seperti masalah keluarga, keuangan, serta kesepian.
Demikian laporan survey yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Emotional Health for All Foundation (EHFA) dan WHO.
Jumlah yang terungkap di masyarakat ini hanyalah bagian kecil dari kejadian bunuh diri sesungguhnya.
Angka kejadian bunuh diri di Indonesia yang sesungguhnya bisa diperkirakan lebih dari 300%, atau minimal empat kali lipat dari yang dilaporkan.
Apalagi, dengan adanya pandemi Covid-19 yang bisa saja menambah jumlah kasus bunuh diri di Indonesia, juga dunia.
Selain itu, tindakan bunuh diri juga dilakukan masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi akibat pandemi.
Hidup memang seringkali sangat sulit bagi sebagian besar orang bahkan sampai membuat stres. Akan tetapi, kematian tak pernah menjadi jawabannya.
Jika merasa kesulitan secara mental dan berkecenderungan untuk bunuh diri, langsung hubungi dokter kesehatan jiwa di puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Juga, menghubungi LSM Jangan Bunuh Diri melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com dan telepon di 021-9696-9293. Ada pula nomor hotline Halo Kemkes di 1500-567 yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi di bidang kesehatan 24 jam.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR