Nakita.id - Alergi bisa mengenai siapapun, termasuk mengenai ibu hamil.
Memang, alergi kedengarannya bukan masalah kehamilan serius akan tetapi bila tidak ditangani dengan benar, dampaknya pada ibu dan janin akan cukup fatal.
Pada alergi ringan, kendati tak berdampak ke bayi, penanganannya tetap tak boleh sembarangan.
Alergi adalah sifat yang diturunkan.
Alhasil, yang bisa dilakukan adalah menjaga agar tak terjadi serangan alergi.
Bentuk alergi yang paling sering terjadi adalah alergi pada mukosa hidung yang menimbulkan rhinitis alergika, alergi pada saluran napas berupa asma, dan alergi makanan.
Rhinitis alergika
Gejalanya berupa pilek, terutama kala pagi hari. Bisa juga terjadi kala ada bahan pencetus alergi yang terhirup.
Rhinitis alergika relatif tak memberi gangguan pada janin, melainkan hanya memberi rasa tak nyaman pada sang ibu.
Manifestasi klinisnya juga tak disertai gejala demam.
Namun demikian, penanganan alergi selama kehamilan ini pun memerlukan perhatian khusus.
Baca Juga: Pilihan Terbaik Sabun Alergi Gatal pada Bayi dengan Harga Terjangkau
Serangan asma
Ini jenis alergi yang lebih sering jadi masalah. Ditandai dengan terjadinya sesak napas, khususnya kesulitan dalam mengeluarkan napas.
Pada prinsipnya, yang terjadi adalah reaksi alergi dalam saluran napas, yang mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran napas.
Serangan asma bisa terjadi bila penderitanya terpapar pencetus serangan alergi, seperti debu, udara dingin, atau sebab lainnya.
Asma yang tak terkontrol pada ibu hamil dapat membahayakan karena menyebabkan berbagai komplikasi. Baik bagi ibu maupun janinnya.
Suplai oksigen yang diperlukan tubuh akan terganggu.
Bagi janin, asma dikatakan dapat menjadi salah satu penyebab kematian perinatal, gangguan pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan sesak napas pada bayi baru lahir.
Untuk menanganinya, yang terpenting adalah menjaga agar serangan asma tak terjadi.
Penderita asma harus menganl betul faktor pencetusnya. Jika ibu menjaga diri agar asmanya tak kambuh, kehamilan akan berjalan normal. Bayi pun akan mendapat pasokan oksigen yang memadai.
Jika asma kambuh, segera berobat ke dokter dan minum obat-obatan yang diberikan agar tak sampai mengganggu perkembangan janin. Sampai saat ini, berbagai obat asma yang banyak digunakan tampaknya aman dan tak memberikan dampak negatif pada bayi.
Untuk mengurangi sesak napas saat kandungan sudah besar, gunakan bantal dengan posisi meninggi – minimal 30 derajat – kala tidur.
Rajinlah melakukan latihan pernapasan untuk mencukupi kadar oksigen dalam darah dengan cara jalan pagi, misalnya.
Baca Juga: Gejala Asma Pada Anak yang Sering Terjadi, Wajib Diketahui Moms
Alergi makanan
Manifestasinya berupa kemerahan dan gatal-gatal pada tubuh.
Sampai saat ini belum banyak diketahui bagaimana dampaknya secara pasti terhadap janin.
Dalam hal pengobatan, bisa digunakan antihistamin dan bila diperlukan dapat ditambahkan pula kortikosteroid.
Namun, demi keamanan ibu dan janin, selalu konsultasikan ke dokter.
Kenali dan hindari faktor pencetus ama, di antaranya debu, bulu anjing/kucing, serbuk bunga, spora-spora jamur, tungau debu rumah, air kencing kecoa atau rontokan bulu dan tubuh kecoa, polusi udara atau asap rokok, dan stres.
Usahakan jangan sampai terkena flu, batuk, pilek, atau infeksi saluran napas lainnya.
Jika terkena, segera obati agar asma tak kambuh.
Hanya minum obat-obatan asma yang dianjurkan dokter. Sering-sering melakukan rileksasi dan mengatur pernapasan.
Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan terhadap faktor pencetus. (Sumber: Tabloid Nakita)
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR