Nakita.id - Bagaimana melatih anak untuk mengakui kesalahan? Simak penjelasannya berikut ini.
Melatih anak untuk mengakui kesalahan tentu baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Mengajarkan anak mau mengakui kesalahan bisa dilakukan sedari dini.
Sikap gentleman mengakui kesalahan yang dilakukan harus dilatih sejak kecil.
Dengan mengakui kesalahan yang dilakukan ada banyak keuntungan sekaligus yang didapat anak. Di antaranya, masalah yang muncul bisa diselesaikan saat itu, tidak ada rasa bersalah/gelisah, dan ia pun akan dihargai sebagai pribadi yang bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya.
Berikan gambaran pada anak, mereka yang tidak mau mengakui kesalahan akan terus didera rasa gelisah/sedih/marah karena ada kesalahan yang disembunyikannya. Belum lagi kalau kesalahan itu akhirnya terungkap juga, ia akan malu dan dijauhi teman-temannya.
Jadi, lebih baik dari awal mengakui kalau salah, maka orangtua/orang lain akan lebih menghargainya. Tekankan padanya, meski ia tidak mau mengakui kesalahan dan tidak ada orang lain yang melihat, tapi Tuhan pasti melihat.
Anak baik adalah anak yang berlaku jujur dan bukan yang suka berkata bohong.
Stimulasi
Inilah beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua untuk menstimulasi anaknya berdasarkan tahapan usianya:
1. Batita
Kebiasaan baik bisa dimulai sejak usia batita. Meski tentu saja anak belum bisa mengakui kesalahan yang dilakukannya, tapi orangtua bisa membiasakan anak mengungkapkan kesalahannya.
Misal, “Oh, Adek menumpahkan susu ya? Kenapa susunya sampai tumpah?” Dengan menanyakannya anak jadi tahu bahwa perbuatannya itu adalah sesuatu yang salah.
Orangtua harus menjadikan mengakui kesalahan adalah kebiasaan sehari-hari di rumah sehingga anak jadi terbiasa.
2. Usia Prasekolah
Bantu anak mengungkapkan apa kesalahannya dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana.
Contoh, “Kenapa bukunya robek? Oh, rebutan sama teman?” Dengan begitu anak menyadari kesalahannya.
Setelah mengetahui apa kesalahannya, libatkan anak untuk “membereskan” kesalahannya. Umpama, memintanya ikut mengelem buku yang sobek.
Orangtua yang biasa ngeles saat melakukan kesalahan pasti akan dicontoh anak. Umpama, ayah yang ngeles tidak sengaja merusakkan remote teve, padahal anak melihat kalau remote itu sempat terjatuh. Dari situ anak akan belajar ngeles saat melakukan kesalahan.
Orangtua juga bisa melatih anak mengakui kesalahan melalui dongeng. Pilih cerita yang menyelipkan pesan moral bahwa orang harus mau mengakui kesalahan yang dilakukannya. Orang yang mau mengakui kesalahan adalah orang yang terhormat dan bertanggung jawab.
3. Usia Sekolah
Di usia ini orangtua masih bisa membantu anak mengakui kesalahannya dengan memancing melalui beberapa pertanyaan.
Baca Juga: Berperan Sama Mengajarkan Anak Meminta Maaf, Berikut 9 Cara yang Bisa Moms dan Dads Lakukan
“Kenapa Mas berantem sama Daffa? Karena Daffa tidak mau gantian main mobil-mobilan? Coba kalau Mas yang dipukul, bagaimana rasanya?”
Biasakan pada anak untuk berkata/berbuat jujur dalam semua aspek kehidupannya. Anak-anak yang sudah terlatih jujur umumnya lebih mudah mengakui kesalahan yang dilakukan.
Tanamkan padanya bahwa dengan mengakui kesalahan ia sudah berlaku terhormat. Contohkan tokoh idola/film/buku cerita yang tokohnya mau mengakui kesalahannya untuk menginspirasi anak.
Jangan Paksa Anak Mengakui Salah
Tak jarang terjadi, orangtua menyudutkan anak, berusaha mencari-cari kesalahan anak. Padahal, sikap seperti ini dapat membuat anak melakukan tindak manipulatif.
Anak bukannya mengaku salah, malah melemparkan kesalahannya pada orang lain. Apalagi jika orangtua juga kerap menghukum anak setelah mengakui kesalahannya.
Orangtua diharapkan mengerti perasaan anak, karena hanya dengan cara itulah akan tumbuh rasa aman pada anak.
Kalau anak sudah merasa aman, maka dia pun akan berani untuk jujur, berani mengakui kesalahannya.
Hal lain yang penting diperhatikan, anak berhak untuk salah. Karena melalui kesalahan, ia akan belajar lebih efektif.
Sebaliknya, anak yang tak pernah diberi hak untuk salah tak akan menjadikan kesalahan itu sebagai guru, tapi sebagai sumber bencana yang harus ditutup-tutupi.
(Sumber: Tabloid Nakita)
Penulis | : | Poetri Hanzani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR