Pada tahun 1869, pemodal Wall Street, Jay Gould dan Jim Fisk berusaha menyudutkan pasar emas nasional di New York Gold Exchange dengan membeli sebanyak mungkin logam mulia, dengan maksud untuk membuat harga meroket.
Pada hari Jumat, 24 September, campur tangan Presiden Ulysses S. Grant menyebabkan rencana mereka berantakan.
Pasar saham langsung anjlok, mengirim ribuan orang Amerika ke dalam kebangkrutan.
Melihat sejarah istilah Black Friday yang cukup suram, orang-orang kemudian memberikan sentuhan positif pada penggunaan istilahnya.
Black Friday bergabung dengan daftar panjang hari yang memiliki arti baru dari waktu ke waktu.
Dilansir dari Huff Post, sejak tahun 1961, para profesional berusaha mengubah persepsi publik tentang Black Friday.
Dalam terbitan Public Relations News, sebuah buletin industri, penulis menggambarkan upaya seorang eksekutif PR terkenal untuk mengubah hari dari "Black" menjadi "Big" untuk memperkuat reputasinya sebagai hari hiburan dan belanja keluarga.
Wakil Perwakilan Kota mereka, Abe S. Rosen, salah satu eksekutif humas kota yang paling berpengalaman di negara itu merekomendasikan penerapan pendekatan positif yang akan mengubah Black Friday dan Black Saturday menjadi Big Friday dan Big Saturday.
Media bekerja sama dalam menyebarkan berita tentang keindahan pusat kota Philadelphia yang dihias Natal.
Nama "Big Friday" tidak melekat, tetapi upaya berkelanjutan untuk memberikan putaran positif pada hari itu akhirnya membuahkan hasil.
Saat ini, sebagian besar konsumen mengasosiasikan Black Friday dengan toko pengecer yang berupaya untuk meningkatan penjualan.
Baca Juga: Tutorial Membeli Emas di Marketplace Anti Tipu-tipu
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR