Nakita.id - BMKG: Gempa Cianjur sudah berulang 259 kali dalam 6 hari.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatatnya hingga Sabtu (26/11/2022) pukul 06.00 WIB.
Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, @daryonobmkg.
Daryono menuliskan, ratusan gempa susulan tersebut memiliki kekuatan bervariasi.
"Update susulan gempa Cianjur Mw 5,6. Gempa susulan sampai dengan 26 November 2022 pukul 06.00 WIB terjadi 259 kali gempa. Mag terbesar 4,2 dan terkecil 1,2," tulis Daryono.
Seperti diketahui, gempa bumi mengguncang Kabupaten Cianjur pada Senin (21/11/2022) pukul 13.21 WIB.
Gempa dengan M 5,6 itu mengakibatkan ratusan korban meninggal dunia serta ribuan lainnya mengalami luka-luka.
Gempa Cianjur menimbulkan dampak signifikan karena berjenis tektonik kerak dangkal atau shallow crustal earthquake.
Jenis gempa itu juga yang menjadikan alasan mengapa ada banyak gempa susulan pasca-guncangan gempa utama di Cianjur.
"Ya gempa sesar kerak dangkal itu banyak susulannya," terang Daryono.
Diduga gempa Cianjur disebabkan oleh sesar Cimandiri.
Waduh apa itu ya?
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr Irwan Meilano dalam rilisnya mengatakan bahwa sesar merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.
Sesar Cimandiri sendiri tergolong sesar aktif. Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa.
Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal serupa.
"Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan," tutur dia.
Jika ditinjau dari kekuatannya, gempa yang terjadi pukul 13.21 WIB ini bukan tergolong gempa besar.
Meski demikian, hingga kini tercatat 162 korban meninggal. Sejumlah infrastruktur pun mengalami kerusakan massif.
Menurut Irwan, hal ini disebabkan hiposentrumnya yang tergolong dangkal.
Terdapat lapisan yang cukup halus dan bangunan di atasnya yang tidak tahan gempa.
Lebih lanjut, Irwan menyebut bahwa ini bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri menyebabkan gempa.
Pada tahun 1970-an gempa berkekuatan serupa pun pernah terjadi.
Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana tersebut.
Concern utama berada di pemerintah dan pemda, yakni perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa.
"Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa.
Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan," ucapnya.
Ketika bencana terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.
Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik.
Ia mengatakan, Indonesia harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini.
"Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air, dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang.
Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," ucapnya.
Namun di lain waktu, Peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Ir Amien Widodo, Msi, mengatakan bahwa sesar Cimandiri bukan penyebab gempa Cianjur.
Amien mengatakan, apabila merujuk pada peta, di dekat Cianjur terdapat Sesar Cimandiri yang membentang mulai Teluk Pelabuhan Ratu sampai Cianjur.
Sesar tersebut pernah mengguncang Sukabumi pada 2001 lampau.
Meski begitu, menurutnya Sesar Cimandiri bukan penyebab gempa di Cianjur.
"Namun, letak sesar yang berada jauh di sebelah utara tempat kejadian dipastikan bukan penyebab dari gempa Cianjur ini," tegasnya, dikutip dari laman resmi ITS pada Rabu (23/11/2022).
Gempa di Cianjur disebut memiliki guncangan yang cukup terasa.
Meski kekuatannya kecil, posisi gempa yang dangkal berdampak pada kerusakan bangunan di atasnya.
Gempa yang terjadi kemarin juga tidak berpotensi tsunami karena asalnya dari daratan.
Amien berharap, pemerintah lebih memetakan sesar yang ada di Indonesia dan memberi pemetaan sebagaimana seharusnya jarak dan model bangunan rumah.
"Perlu diingat bahwasanya gempa tidak membunuh, tetapi bangunanlah yang menyebabkan korban sehingga pemetaan perlu dilakukan," ucapnya lagi.
Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS itu juga menyebut, gempa adalah suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kemunculannya.
Kendati demikian, berdasarkan kejadian-kejadian yang sudah pernah dialami di Indonesia, gempa yang terjadi semestinya dijadikan acuan mitigasi.
Mitigasi sendiri terdiri dari dua, yakni struktural yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan mitigasi nonstruktural yang berfokus pada edukasi masyarakat.
Baca Juga: Dinar Candy Minta Tolong! Pilu Adik Sang DJ Tak Diketahui Kabarnya Pasca Gempa Cianjur
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR