Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana tersebut.
Concern utama berada di pemerintah dan pemda, yakni perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa.
"Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa.
Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan," ucapnya.
Ketika bencana terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.
Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik.
Ia mengatakan, Indonesia harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini.
"Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air, dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang.
Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," ucapnya.
Namun di lain waktu, Peneliti senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Ir Amien Widodo, Msi, mengatakan bahwa sesar Cimandiri bukan penyebab gempa Cianjur.
Amien mengatakan, apabila merujuk pada peta, di dekat Cianjur terdapat Sesar Cimandiri yang membentang mulai Teluk Pelabuhan Ratu sampai Cianjur.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR