Nakita.id – Stunting pada anak memang menjadi perhatian khusus yang perlu diwaspadai.
Kondisi ini menandakan anak mengalami gagal tumbuh dan berkembang.
Anak yang mengalami stunting dikarenakan tidak terpenuhinya nutrisi dengan baik.
Sehingga tumbuh kembangnya tidak bisa berjalan dengan optimal sesuai dengan anak lain seusianya.
Apabila dibiarkan begitu sajam stunting bisa saja menimbulkan dampak jangka panjang.
Seperti terjadinya hambatan pertumban fisik dan terlambatnya perkembangan otak anak.
Dalam menangangi kasus stunting di Indonesia, Presiden Joko Widodo memerintakan kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) sebagai ketua pelaksana.
Sampai tahun 2024 mendatang, penurunan angka stunting ditargetkan hingga 14 persen.
Sejumlah langkah mulai dijalani untuk mewujudkan adanya penurunan angka stunting.
Penanganan stunting ini melibatkan lembaga Kementerian lainnya di Indonesia.
Dalam wawancara bersama Nakita, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) selaku Kepala BKKBN mengaku jika pihaknya telah menghubungi beberapa pihak yang memiliki tanggung jawab sama dalam mengatasi stunting.
Baca Juga: Bagaimana Peran Bidan dalam Mencegah Stunting?
Sejumlah kementerian turut membantu agar penanganan bisa terukur.
Penanganan BKKBN bersama sejumlah kementerian juga berdasarkan data pemetaan angka stunting yang ada.
"BKKBN sebagai ketua tim percepatan penurunan stunting tentu harus mengorkestra pihak terkait," ujar Hasto.
Salah satu Kementerian yang membantu penurunan angka stunting adalah Kementerian Agama.
"Kita juga bekerja sama dengan Kementerian Agama dan itu upaya secara konvergen," terang Harso.
Peran Kementerian Agama dalam percepatan penurunan stunting dilakukan dari hulunya.
Pencegahan dilakukan dengan memberikan bimbingan perkawinan bagi para catin atau calon pengantin.
Sebelum terjadi stunting, calon pengantin diberikan pemahaman akan materi stunting dan juga gizi.
Pencegahan juga dilakukan dengan menghindari terjadinya perkawinan usia anak, seks pranikah bagi remaja, dan kehamilan di luar pernikahan.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2019 perubahan UU nomor 1 Tahun 1975 tentang perkawinan, menyebutkan batasan usia nikah, baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.
Baca Juga: Demi Cegah Angka Stunting Naik, Bagaimana Pelaksanaan Posyandu Door to Door?
Batasan umur ini memiliki tujuan untuk melindungi kesehatan calon pengantin pada usia yang masih muda.
Penentuan batasan pernikahan memiliki tujuan untuk kesehatan, yang mana usia reproduksi yang bagus bagi wanita antara umur 20-35 tahun.
Sedangakan jika Moms hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari umur 35 tahun ini sama-sama memiliki risiko yang tinggi.
Kesiapan seorang wanita mulai dari hamil hingga merawat bayi ini menyebabkan anak mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat dan juga cerdas.
Jadi perananannya cukup besar dalam meretas terjadinya stunting di Indonesia.
Tak hanya itu, sebelum melakukan pernikahan calon pengantin juga diwajibkan untuk memeriksakan kondisi kesehatannya.
Melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah juga bisa jadi salah satu cara mencegah terjadinya stunting.
Pemeriksaan kesehatan ini untuk mendeteksi kondisi atau riwayat kesehatan yang dimiliki masing-masing pasangan.
Apabila terdeteksi, penanganannya bisa dilakukan lebih awal lagi.
Penanganan lebih awal bisa mengurangi risiko terjadinya kondisi yang membahayakan bagi calon pengantin.
Melakukan pemeriksaan kesehatan bukan berati calon pengantin dicurigai memiliki penyakit tertentu kok Moms.
Baca Juga: Tips Supaya Tidak Melahirkan Bayi Stunting, Cukup Lakukan Ini
Namun ini sebagai antisipasi kondisi membahayakan.
Apalagi jika setelah menikah, calon pengantin berniat langsung memiliki anak.
Kondisi kesehatan calon pengantin yang buruk hingga kondisi lingkungan yang semakin tercemar tentu ini bisa menimbulkan stunting pada bayi yang dilahirkan.
Hasto menyerukan para perempuan yang hendak menikah perlu memeriksakan tekanan darah terlebih dahulu.
Pastikan calon pengantin perempuan memiliki tekanan darah yang normal.
Apabila tekanan darah kurang, ini bisa menyebabkan ibu mengalami anemia.
Perempuan yang mengalami anemia sejak muda, akhirnya memberikan dampak pada saat perempuan tersebut memasuki usia kehamilan.
Bisa saja, bayi yang dikandung di dalam kandungannya menjadi kecil.
Tentu ini membuat bayi berpotensi terkena kekerdilan atau stunting.
Meski bukan disebabkan karena faktor genetik, stunting bisa terjadi jika di 1000 hari kehidupan anak tidak mendapatkan nutrisi yang optimal.
"Perempuan, remaja perempuan, sebelum menikah periksa HB terlebih dahulu. Kalau HB kurang anemia namanya. Itu mestinya mengonsumsi makanan yang bisa menaikkan HB," ungkap Hasto
Baca Juga: Daftar Puskesmas untuk Pengendalian Stunting, Lengkap dengan Cara Pencegahannya
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR