Nakita.id – Kasus stunting yang terjadi di Indonesia kian mulai bisa dikendalikan.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menargetkan stunting turun dan berada di level 14% pada tahun 2024 mendatang.
Kini, angka stunting di Tanah Air dapat dikatakan menurun.
Dari hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, prevalensi stunting turun 2,8% dibandingkan tahun lalu.
Tahun lalu, angka stunting mencapai 24,4% sedangkan di tahun 2022 menginjak angka 21,6%.
Penurunan angka stunting di tahun 2022 sebesar 2,8%.
Setiap tahunnya, angka penurunan stunting ditargetkan mencapai 3%.
Namun, di tahun 2022 hanya turun sebanyak 2,8% karena disebabkan oleh pandemi.
Stunting memang jadi salah satu masalah kesehatan yang lazim terjadi pada anak.
Kasus ini bisa sering terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebutuhan nutrisi dan kondisi kesehatan anak.
Stunting sering terjadi di masyarakat tanpa disadari, bahkan beberapa orangtua baru tahu sang buah hati mengalami stunting ketika saat melakukan kontrol di posyandu atau pusat kesehatan lainnya.
Baca Juga: Anak Mengalami Stunting Masih Bisa Diperbaiki? Menurut Ahli Gizi Pertumbuhannya Bisa Dikejar!
Si Kecil bisa mengalami stunting karena kekurangan gizi.
Pemenuhan gizi yang tidak tercukupi membuat anak mengalami keterlambatan perkembangan sejak kecil.
Saat mengetahui sang anak mengalami stunting, beberapa orangtua justru langsung berpikir untuk mengatasinya bisa dengan memberikan suplemen tambahan.
Namun pertanyaanya, apakah suplemen dibutuhkan oleh anak yang mengalami stunting?
Dalam wawancara eksklusif bersama Nakita, Sena menuturkan jika suplemen bisa diberikan jika kebutuhan gizinya belum terpenuhi oleh makanan sehari-hari.
Berarti di sini, orangtua masih bisa mengusahakan untuk memenuhi gizi harian dengan makanan sehari-hari.
"Suplemen diberikan apabila kebutuhan gizinya belum terpenuhi dari makanan sehari-hari," ucap Sena.
"Sebaiknya penuhi dulu gizi makanan sehari-hari. Apabila belum tercukupi, baru bisa menggunakan suplemen," sambungnya.
Jangan salah kaprah ya Moms, suplemen mungkin bisa jadi jawaban apabila Moms sudah melakukan banyak cara untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan anak.
Tapi, konsumsi suplemen ini tidak bisa diberikan secara sembarangan.
Tak jarang, banyak orangtua yang mengikuti cara orangtua lain dalam pemberian suplemen.
Apabila anak dari salah satu teman atau saudara yang cocok menggunakan salah satu produk suplemen, Moms langsung mengikutinya.
Padahal, kebutuhan suplemen pada setiap anak berbeda-beda.
Ada banyak jenis suplemen yang membantu tumbuh kembang anak.
Kesalahan dalam pemilihan produk dikhawatirkan bisa menggangu kondisi kesehatan lainnya pada anak.
Di sinilah kecermatan orangtua diuji untuk bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Sebaiknya lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak masing-masing.
Dokter akan menyarankan produk suplemen yang memang dibutuhkan oleh sang buah hati.
Pada bayi baru lahir, pemenuhan gizi bisa diberikan dengan ASI eksklusif.
Pemberian ASI secara langsung dilakukan di usia 0-6 bulan hingga usia lanjutan sampai 2 tahun.
Tidak disarankan untuk memberikan suplemen selain dari ASI eksklusif jika tidak ada saran dari dokter.
Baca Juga: Anak Stunting Cenderung Tidak Produktiv, BKKBN Khawatirkan Bisa Ancam Bonus Demografi
Saat memasuki usia 6 bulan, inilah saatnya anak mengenal MPASI.
Makanan pendamping ini bisa mencukupi kebutuhan nutrisi yang tidak didapatkan dari ASI.
Ada banyak jenis makanan yang bisa mencukupi kebutuhan gizi harian sekaligus menaikkan berat badan bayi.
Anak yang stunting kerap memiliki berat badan yang rendah.
Sena menuturkan jika makanan MPASI untuk menambah bobot tubuh bayi bisa didapatkan dari makanan yang padat energi.
Tidak perlu makanan yang mahal, makanan penuh energi ini bisa didapatkan dari makanan yang biasa Moms temui di sekitar rumah, seperti pisang, alpukat, atau juga kentang.
Selain mudah didapat, jenis makanan ini juga memiliki harga yang terjangkau.
Saat ditemui oleh tim Nakita (7/1/2023), dr. Hasto juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu makanan dengan harga ekonomis bisa mencegah anak mengalami stunting.
Namun, banyak orangtua yang meragukan makanan lokal dan lebih cenderung memilih makanan mewah nan mahal.
Perspektif seperti inilah yang seharusnya tak lagi dilakukan, pangan yang lebih terjangkau dan mudah didapatkan juga sebanding dan memiliki manfaat yang sama dalam mengatasi stunting.
"Ikan kembung murah sekali. Untuk apa kejar-kejar ikan tuna, salmon. Kadang-kadang beli salmon untuk cerita-cerita, anak saya makan salmon. Untuk apa beli daging yang mahal, lebih baik ikan kembung kemudian lele, itu juga sudah mengandung DHA, omega 3, dan protein hewani," jelas Hasto.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR