Nakita.id – Pada tanggal 29 Januari 2023, merupakan salah satu momentum yang penting bagi dunia kesehatan.
Hal ini karena bertepatan dengan Hari Kusta Sedunia atau yang dikenal dengan World Leprosy Day.
Pada peringatan tahun ini mengambil tema yaitu Act Now, End Leprosy yang artinya bertindaklah sekarang, akhiri kusta.
Dengan adanya Hari Kusta Sedunia ini, memiliki tujuan supaya masyarakat dapat meningkatkan kesadarannya terhadap penyakit ini.
Kusta menjadi penyakit yang menjadi kekhawatiran karena dapat menular dan menyebabkan kecacatan fisik.
Gejala kusta bervariasi tergantung sejauh mana penyakit ini berkembang.
Dalam kasus yang parah, di mana kusta tidak diobati tepat waktu, cacat dan kebutaan dapat terjadi.
Untuk dapat melakukan tindakan pencegahan, simak apa saja cara penularan dan pengobatan yang efektif.
Kusta juga dikenal dengan nama penyakit Hansen dan termasuk penyakit yang menular.
Mereka dapat menular melalui kontak dekat berulang dan dari tetesan hidung dan mulut dari penderita yang tidak diobati.
Misalnya, saat mereka batuk atau bersin, mereka dapat menyebarkan droplet yang mengandung bakteri Mycobacterium leprae yang dihirup orang lain.
Baca Juga: Hari Kusta Sedunia 2023, Kenali Ciri Penyakit Kusta Salah Satunya Muncul Bisul di Telapak Kaki
Ketika seseorang terinfeksi kusta, dapat menyebabkan luka parah pada kulit. Serta, mengalami kerusakan saraf di lengan, kaki, dan area kulit sekitar tubuh.
Selain itu, penyebaran kusta dapat terjadi akibat kontak dekat dengan penderita untuk waktu yang cukup lama.
Seperti yang Moms ketahui, penyakit ini memiliki masa inkubasi yang tidak sebentar.
Kebanyakan orang yang menderita kusta tidak mengalami gejala setidaknya selama satu tahun setelah terinfeksi oleh bakteri tersebut.
Dalam kebanyakan kasus, dibutuhkan lima hingga tujuh tahun untuk gejala berkembang.
Ini berarti sangat jarang tertular penyakit setelah pertemuan singkat dengan orang yang menular.
Orang paling berisiko terkena kusta jika mereka menghabiskan waktu lama dengan orang yang menularkan dalam ruang terbatas.
Sementara, meskipun seseorang tinggal bersama orang yang terkena kusta, risiko tertular penyakit cukup rendah.
Oleh karena itu, bagi siapapun yang khawatir terinfeksi karena mereka tinggal di lingkungan dengan kasus kusta perlu memperhatikan tanda dan gejala penyakit.
Pengobatan tergantung pada jenis kusta yang Moms miliki.
Dokter merekomendasikan pengobatan jangka panjang, biasanya selama 6 bulan sampai satu tahun.
Umumnya, kusta diobati dengan terapi multiobat (MDT), sebuah pendekatan yang menggabungkan berbagai jenis antibiotik.
Dalam pengobatan ini, dokter akan meresepkan dua hingga tiga jenis antibiotik pada waktu yang bersamaan.
Ini membantu mencegah resistensi antibiotik, yang terjadi saat bakteri bermutasi dan melawan obat antibiotik yang biasanya membunuhnya.
Jika pasien menderita kusta yang parah, maka mungkin perlu minum antibiotik lebih lama.
Namun, antibiotik tidak dapat mengobati kerusakan saraf yang mungkin terjadi akibat penyakit kusta.
Dilansir dari Cleveland Clinic, antibiotik umum yang digunakan dalam pengobatan penyakit Hansen meliputi dapson, rifampisin, dan klofazimin. Berikut ini adalah pengobatan berdasarkan jenis kusta.
- Kusta pausibasiler (kusta kering) : pasien akan minum dua antibiotik, seperti dapson setiap hari dan rifampisin sebulan sekali.
- Kusta multibasiler (kusta basah) : pasien akan mengonsumsi antibiotik klofazimin dosis harian selain dapson harian dan rifampisin bulanan.
Selain itu, mereka juga menjalani terapi multiobat selama 1-2 tahun, dan kemudian akan sembuh.
Pengobatan lainnya juga dapat mengonsumsi obat antiradang untuk mengendalikan nyeri saraf dan kerusakan akibat kusta. Ini bisa termasuk steroid, seperti prednison.
Dokter terkadang mengobati kusta dengan thalidomide, obat ampuh yang menekan sistem kekebalan untuk membantu mengobati bintil kulit kusta.
Baca Juga: Hari Kusta Sedunia 2023, Ketahui Perbedaan Kusta Kering dan Kusta Basah
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR