Bukan hanya itu, ada faktor lainnya yang menyebabkan angka stunting di kota-kota besar cukup tinggi.
Hasto mengungkapkan pola makan bisa memengaruhi terjadinya stunting.
Orang-orang di perkotaan cenderung lebih memilih untuk makan-makanan praktis dan tidak perlu waktu lama dalam pengolahannya.
Tetapi, mereka juga tidak memikirkan apakah makanan yang dikonsumsi ini bisa memenuhi nutrisi harian atau tidak.
Bahkan, tak sedikit yang jarang mengonsumsi makanan sehat seperti ikan atau telur.
"Faktor spesifik mengenai makanan. Ada orangtua yang punya mindset kalau makan itu banyak yang menarik tetapi tidak bergizi. Dia tidak suka makan ikan, makan telur, sukanya makan mie," tuturnya.
Padahal, dengan makan-makanan bergizi jadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya stunting.
Pemberian makanan bergizi harus dipenuhi sejak masa kehamilan dan untuk bayi bisa diberikan pada masa MPASI pertamanya.
Stunting kondisi di mana gagal tumbuh dengan gagal tumbuh ini, maka tidak mencapai tinggi badan yang optimal sehingga stunting pasti pendek.
Ketika anak stunting, mereka tidak bisa memiliki intelektual, skill yang optimal, sehingga anak akan mengalami kesulitan untuk bisa bersaing secara akademik dan dikhawatirkan bisa terjangkit penyakit lainnya yang lebih berisiko.
"Tidak bisa mencapai optimal kemampuan intelektual, skill sehingga untuk bersaing juga berat secara akademik. Hari tua nanti orang lain belum mengalami masalah kesehatan, mungkin anak yang stunting sudah ada masalah kesehatan seperti gangguan darah tinggi, stroke, jantung, kencing manis," pungkas Hasto.
Baca Juga: Pentingnya Gizi Seimbang dalam Kehidupan Sehari-hari Bersama Nestlé Indonesia
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR